Kaligrafi


HIMAS DIPERSIMPANGAN JALAN

“Benci adalah klimaks dari cintaku, benci artinya aku benar-benar mencintai, karena jika tak cinta untuk apa aku peduli, dan benci adalah kepedulianku.” (Sebuah pesan pendek yang nyasar di HPku)



Ada beberapa alasan kenapa saya menyebut HIMAS masih berada pada fase konsolidasi dalam tulisan Menakar Kemimpinan Kader HIMAS, salah satunya adalah karena seluruh perangkat aturan internal organisasi yang belum terjabar dengan baik. Silahkan telaah baik-baik, apa yang termasuk kategori pelanggaran oleh pengurus, apa sanksi jika PP tidak menjalankan program kerja dalam satu semester, bagaimana mekanisme pengambilan keputusan di tingkat PW dan PD, apa yang menjadi dasar PW melaksanakan pergantian pengurus dan Raker, dan apa nama institusi pengambilan keputusan yang menghasilkan ketua PW HIMAS, konstitusional atau inkonstitusional, dan masih berderet beberapa pertanyaan yang lain yang jawabannya tidak akan pernah ditemukan dalam peraturan-peraturan organisasi HIMAS.

Di samping saya tidak terbiasa mengukur kematangan itu dari kwantitas usia melainkan kwalitas yang dihasilkan, saya juga tidak melihat indikator pelanggaran yang dilakukan secara konstitusional oleh Ketua Umum terpilih, sehingga harus “dibinasakan” dalam KLB. Inilah beberapa alasan yang menurut saya kenapa KLB harus dikaji ulang di tengah perangkat aturan organisasi yang “tidak lengkap” itu, karena akan membuka peluang interpretasi yang kontraproduktif. Memang KLB diatur dalam ART HIMAS, tapi bagaimana mekanismenya, apa pengertian “penting dan mendesak”, siapa yang berhak mengusulkan KLB, berapa persen dukungan PW dan PD sehingga KLB bisa dilaksanakan dan memiliki basis legitimasi dan justifikasi kuat dari kader, adalah beberapa contoh soal sederhana yang tak akan pernah

ditemukan jawabannya dalam lembaran-lembaran konstitusi HIMAS. Jadi sebenarnya siapa yang konstitusional dan inskonstitusional?

Tidak ada niatan untuk “mendikte” siapun dalam berorganisasi, saya hanya menginginkan tulisan ini memiliki daya tonjok psikologis baik kepada saya dan semua alumni, serta seluruh kader HIMAS tentunya, agar lebih bekerja serius dan maksimal untuk melihat dan membaca ulang secara obyektif “klaim kegagahan” yang dilekatkan selama ini kepada HIMAS. Sekali lagi kita adalah manusia yang senantiasa belajar dan akan terus belajar.

Jadi, HIMAS bukan hanya bermasalah dalam kaderisasi, regulasi yang dihasilkan pada forum Kongres pun terasa begitu lemah, hal itu bisa saja dipengaruhi, pertama, tingkat intelektualitas kader (alumni dan anggota) HIMAS yang memang masih rendah sehingga kebijakan yang dibuat tidak aplikatif dan visibel, kedua, fokus dan konsentrasi peserta Kongres bukan pada pembenahan sistem organisasi, melainkan lebih tersita pada siapa yang akan didaulat menjadi Ketua Umum.

Saya lebih melihat kecenderungan kedua sebagai penyebab lemahnya ouput Kongres, sehingga solusi yang harus dipikirkan adalah menyediakan ruang khusus sebagai tempat bertemunya ide-ide kader HIMAS untuk merumuskan regulasi dan peraturan-peraturan yang lebih sistemik dalam rangka penguatan organisasi.

Sejarah kelahiran HIMAS sangat berbeda dengan latar belakang kelahiran HMI, PMII dan IMM, dan jauh lebih berbeda backroundnya dengan kelahiran organisasi paska reformasi seperti KAMMI, yang rata-rata pengurusnya adalah aktifis dakwah kampus. Momentum kelahiran HIMAS sama sekali tidak pernah berbenturan secara langsung dengan tirani kekuasaan di Sumenep dan tidaklah dimulai dengan gerakan perlawanan-perlawanan yang disatukan, akan tetapi HIMAS dilahirkan terlebih dahulu, barulah agenda perlawanan itu disusun, masalah kepulauan diidentifikasi, kesadaran terhadap kesenjangan yang diciptakan kekuasaan disosialisasikan, simpul-simpul gerakan dibentuk, organisasi ditata.

Dan hingga hari ini, belum ada blue print yang jelas terhadap format dan pola gerakan yang strategis dan aplikatif, dan jika ini tidak segera di buat, suatu saat tidak mustahil orang akan bertanya, apa sebenarnya yang kau cari HIMAS? Sebelum titik jenuh itu mengemuka dalam bentuk apatisme dan apriori maka HIMAS harus berani tampil lebih maksimal dan bermanfaat.

Strategi yang mesti dilakukan oleh HIMAS jika berani dalam membela kebenaran adalah bersikap dialogis terhadap kekuasaan dengan argumen, data dan solusi yang akurat dan tepat, introspeksi tentang niat kemurnian gerakan, dan tanggap benar dengan rakyat. Dan format gerakan HIMAS harus tanpa kekerasan dan berwajah damai, namun tegas dan lugas dalam menyampaikan aspirasi rakyat sesuai yang dibutuhkan rakyat bukan menjadikan rakyat semakin pusing melihat kelakuan HIMAS.

Momentum Pilkada Sumenep harusnya menjadi momentum tepat buat HIMAS untuk melakukan pendidikan politik terhadap masyarakat kepulauan sehingga pilihan masyarakat berdampak positif terhadap masa depan kepulauan, hal itu bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan organisasi Mahasiswa kepulauan Kangean dan beberapa tokoh masyarakat, bisa dengan cara menyebar buletin dan pamflet.

Momentum-momentum strategis dan bermanfaat untuk orang banyak harus senantiasa mampu diciptakan oleh kader HIMAS yang visioner dan organik. Bukan menciptakan momentum yang justru bisa membinasakan HIMAS secara sistemik apalagi sampai mengatasnamakan konstitusi. Seolah menjadi pahlawan penyelamat organisasi dan penjaga konstitusi, kita kemudian berteriak dan menghunus pedang hendak melakukan pembantaian terhadap siapa saja yang menurut kita hendak mengangkangi konstitusi, padahal lawan yang hendak kita bunuh itu adalah kawan seperjuangan kita, adalah relasi kita.

Mohon maaf, jika pada titik ini saya harus serius dan bersikap agak keras, karena kadang kita lebih peka pada persoalan-persoalan kecil dengan mengabaikan persoalan-persoalan besar yang justeru membutuhkan kepekaan dan sikap kita.


Revitalisasi atau Membinasakan HIMAS


Eksistensi gerakan HIMAS amat ditentukan oleh kekuatan pemikiran dan kompetensi profesionalnya. Sebagai anak zaman, gerakan HIMAS juga bergerak seirama dengan tuntutan zaman. Dalam konteks kepulauan, khususnya gerakan HIMAS, ada beberapa poin yang bisa dijadikan acuan gerakan, antara lain:

Pertama, Gerakan HIMAS mesti menyiapkan ruang yang kondusif untuk membekali komunitasnya dengan keunggulan komparatif, agar kelak mampu eksis dalam kompetisi politik dan ekonomi yang semakin terbuka dan ketat. Kedua, Gerakan HIMAS yang secara ideologis dan kultur memiliki keberagaman, sudah semestinya mampu menemukan "sinergi kolektif" melalui tradisi "komunikasi tanpa prasangka" demi memperjuangkan kepentingan masyarakat kepulauan. Dalam diksi yang lain, sentimen ideologis kelompok atau golongan, jangan malah mengalahkan kepentingan kolektif kita sebagai mahasiswa kepulauan.

Ketiga, Gerakan HIMAS mesti mengambil prakarsa untuk menstimulasi, menjaga, dan mengawal berlangsungnya "demokrasi politik" dan "demokrasi ekonomi" di kepulauan, melalui pergumulan varian isu seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan masyarakat kepulauan, pemerataan pemabangunan infra dan supra struktur, anti-KKN, penegakan hukum, dll. Keempat, Gerakan HIMAS mutlak melakukan reorientasi dalam agenda gerakan atau perjuangan kolektifnya. Hendaknya, gerakan HIMAS lebih memberikan atensinya terhadap tema-tema mendasar seperti pembetukan Kabupaten Kepulauan, bias otonomi daerah yang memunculkan sentimen/ego daerah yang justru mengancam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD '45, peningkatan kualitas SDM Masyarakat kepulauan, isu-isu lingkungan seperti perawatan mangrove, perawatan terumbu karang, dll.

Kelima, Gerakan HIMAS sudah semestinya mentradisikan motivasi perjuangan yang meletakkan loyalitas kepada cita-cita, bukan kepada orang perorang. Gerakan HIMAS akan kehilangan jati dirinya ketika ia memainkan perannya sebagai subordinasi dari orang per orang, dan bakal terkubur eksistensi sejarahnya apabila ia membiarkan dirinya menjadi alat penguasa, siapa pun pemegang kekuasaan itu.

Lima tawaran gerakan itu bukan hanya untuk pengurus atau anggota HIMAS yang masih aktif, tapi untuk seluruh alumni dan semua yang selalu berteriak pro kebenaran dan mengaku sedang berjuang menegakkan kebenaran, maka saatnya kita melakukan revitalisasi gerakan atau pilihannya tak berbuat apa-apa, sama halnya berusaha membinasakan HIMAS atau menyaksiakan kebinasaan HIMAS tanpa perasaan.

Maka, sekali lagi mari kita meluruskan orientasi perjuangan kita. Saya percaya banyak hal-hal yang lebih terhormat yang mendesak dan penting yang bisa kita perbuat untuk masyarakat kita. Orang besar adalah mereka yang berpikir besar, bertindak besar dan hanya mau beresiko besar terhadap sesuatu yang menguntungkan orang banyak. Dan orang yang tindakannya melahirkan resiko besar dan tak banyak menguntungkan orang, adalah orang yang sebenarnya menuju pada kebinasaan. Allah al malik al ilm wa a’lam.

HIMAS DIPERSIMPANGAN JALAN

“Benci adalah klimaks dari cintaku, benci artinya aku benar-benar mencintai, karena jika tak cinta untuk apa aku peduli, dan benci adalah kepedulianku.” (Sebuah pesan pendek yang nyasar di HPku)



Ada beberapa alasan kenapa saya menyebut HIMAS masih berada pada fase konsolidasi dalam tulisan Menakar Kemimpinan Kader HIMAS, salah satunya adalah karena seluruh perangkat aturan internal organisasi yang belum terjabar dengan baik. Silahkan telaah baik-baik, apa yang termasuk kategori pelanggaran oleh pengurus, apa sanksi jika PP tidak menjalankan program kerja dalam satu semester, bagaimana mekanisme pengambilan keputusan di tingkat PW dan PD, apa yang menjadi dasar PW melaksanakan pergantian pengurus dan Raker, dan apa nama institusi pengambilan keputusan yang menghasilkan ketua PW HIMAS, konstitusional atau inkonstitusional, dan masih berderet beberapa pertanyaan yang lain yang jawabannya tidak akan pernah ditemukan dalam peraturan-peraturan organisasi HIMAS.

Di samping saya tidak terbiasa mengukur kematangan itu dari kwantitas usia melainkan kwalitas yang dihasilkan, saya juga tidak melihat indikator pelanggaran yang dilakukan secara konstitusional oleh Ketua Umum terpilih, sehingga harus “dibinasakan” dalam KLB. Inilah beberapa alasan yang menurut saya kenapa KLB harus dikaji ulang di tengah perangkat aturan organisasi yang “tidak lengkap” itu, karena akan membuka peluang interpretasi yang kontraproduktif. Memang KLB diatur dalam ART HIMAS, tapi bagaimana mekanismenya, apa pengertian “penting dan mendesak”, siapa yang berhak mengusulkan KLB, berapa persen dukungan PW dan PD sehingga KLB bisa dilaksanakan dan memiliki basis legitimasi dan justifikasi kuat dari kader, adalah beberapa contoh soal sederhana yang tak akan pernah

ditemukan jawabannya dalam lembaran-lembaran konstitusi HIMAS. Jadi sebenarnya siapa yang konstitusional dan inskonstitusional?

Tidak ada niatan untuk “mendikte” siapun dalam berorganisasi, saya hanya menginginkan tulisan ini memiliki daya tonjok psikologis baik kepada saya dan semua alumni, serta seluruh kader HIMAS tentunya, agar lebih bekerja serius dan maksimal untuk melihat dan membaca ulang secara obyektif “klaim kegagahan” yang dilekatkan selama ini kepada HIMAS. Sekali lagi kita adalah manusia yang senantiasa belajar dan akan terus belajar.

Jadi, HIMAS bukan hanya bermasalah dalam kaderisasi, regulasi yang dihasilkan pada forum Kongres pun terasa begitu lemah, hal itu bisa saja dipengaruhi, pertama, tingkat intelektualitas kader (alumni dan anggota) HIMAS yang memang masih rendah sehingga kebijakan yang dibuat tidak aplikatif dan visibel, kedua, fokus dan konsentrasi peserta Kongres bukan pada pembenahan sistem organisasi, melainkan lebih tersita pada siapa yang akan didaulat menjadi Ketua Umum.

Saya lebih melihat kecenderungan kedua sebagai penyebab lemahnya ouput Kongres, sehingga solusi yang harus dipikirkan adalah menyediakan ruang khusus sebagai tempat bertemunya ide-ide kader HIMAS untuk merumuskan regulasi dan peraturan-peraturan yang lebih sistemik dalam rangka penguatan organisasi.

Sejarah kelahiran HIMAS sangat berbeda dengan latar belakang kelahiran HMI, PMII dan IMM, dan jauh lebih berbeda backroundnya dengan kelahiran organisasi paska reformasi seperti KAMMI, yang rata-rata pengurusnya adalah aktifis dakwah kampus. Momentum kelahiran HIMAS sama sekali tidak pernah berbenturan secara langsung dengan tirani kekuasaan di Sumenep dan tidaklah dimulai dengan gerakan perlawanan-perlawanan yang disatukan, akan tetapi HIMAS dilahirkan terlebih dahulu, barulah agenda perlawanan itu disusun, masalah kepulauan diidentifikasi, kesadaran terhadap kesenjangan yang diciptakan kekuasaan disosialisasikan, simpul-simpul gerakan dibentuk, organisasi ditata.

Dan hingga hari ini, belum ada blue print yang jelas terhadap format dan pola gerakan yang strategis dan aplikatif, dan jika ini tidak segera di buat, suatu saat tidak mustahil orang akan bertanya, apa sebenarnya yang kau cari HIMAS? Sebelum titik jenuh itu mengemuka dalam bentuk apatisme dan apriori maka HIMAS harus berani tampil lebih maksimal dan bermanfaat.

Strategi yang mesti dilakukan oleh HIMAS jika berani dalam membela kebenaran adalah bersikap dialogis terhadap kekuasaan dengan argumen, data dan solusi yang akurat dan tepat, introspeksi tentang niat kemurnian gerakan, dan tanggap benar dengan rakyat. Dan format gerakan HIMAS harus tanpa kekerasan dan berwajah damai, namun tegas dan lugas dalam menyampaikan aspirasi rakyat sesuai yang dibutuhkan rakyat bukan menjadikan rakyat semakin pusing melihat kelakuan HIMAS.

Momentum Pilkada Sumenep harusnya menjadi momentum tepat buat HIMAS untuk melakukan pendidikan politik terhadap masyarakat kepulauan sehingga pilihan masyarakat berdampak positif terhadap masa depan kepulauan, hal itu bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan organisasi Mahasiswa kepulauan Kangean dan beberapa tokoh masyarakat, bisa dengan cara menyebar buletin dan pamflet.

Momentum-momentum strategis dan bermanfaat untuk orang banyak harus senantiasa mampu diciptakan oleh kader HIMAS yang visioner dan organik. Bukan menciptakan momentum yang justru bisa membinasakan HIMAS secara sistemik apalagi sampai mengatasnamakan konstitusi. Seolah menjadi pahlawan penyelamat organisasi dan penjaga konstitusi, kita kemudian berteriak dan menghunus pedang hendak melakukan pembantaian terhadap siapa saja yang menurut kita hendak mengangkangi konstitusi, padahal lawan yang hendak kita bunuh itu adalah kawan seperjuangan kita, adalah relasi kita.

Mohon maaf, jika pada titik ini saya harus serius dan bersikap agak keras, karena kadang kita lebih peka pada persoalan-persoalan kecil dengan mengabaikan persoalan-persoalan besar yang justeru membutuhkan kepekaan dan sikap kita.


Revitalisasi atau Membinasakan HIMAS


Eksistensi gerakan HIMAS amat ditentukan oleh kekuatan pemikiran dan kompetensi profesionalnya. Sebagai anak zaman, gerakan HIMAS juga bergerak seirama dengan tuntutan zaman. Dalam konteks kepulauan, khususnya gerakan HIMAS, ada beberapa poin yang bisa dijadikan acuan gerakan, antara lain:

Pertama, Gerakan HIMAS mesti menyiapkan ruang yang kondusif untuk membekali komunitasnya dengan keunggulan komparatif, agar kelak mampu eksis dalam kompetisi politik dan ekonomi yang semakin terbuka dan ketat. Kedua, Gerakan HIMAS yang secara ideologis dan kultur memiliki keberagaman, sudah semestinya mampu menemukan "sinergi kolektif" melalui tradisi "komunikasi tanpa prasangka" demi memperjuangkan kepentingan masyarakat kepulauan. Dalam diksi yang lain, sentimen ideologis kelompok atau golongan, jangan malah mengalahkan kepentingan kolektif kita sebagai mahasiswa kepulauan.

Ketiga, Gerakan HIMAS mesti mengambil prakarsa untuk menstimulasi, menjaga, dan mengawal berlangsungnya "demokrasi politik" dan "demokrasi ekonomi" di kepulauan, melalui pergumulan varian isu seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan masyarakat kepulauan, pemerataan pemabangunan infra dan supra struktur, anti-KKN, penegakan hukum, dll. Keempat, Gerakan HIMAS mutlak melakukan reorientasi dalam agenda gerakan atau perjuangan kolektifnya. Hendaknya, gerakan HIMAS lebih memberikan atensinya terhadap tema-tema mendasar seperti pembetukan Kabupaten Kepulauan, bias otonomi daerah yang memunculkan sentimen/ego daerah yang justru mengancam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD '45, peningkatan kualitas SDM Masyarakat kepulauan, isu-isu lingkungan seperti perawatan mangrove, perawatan terumbu karang, dll.

Kelima, Gerakan HIMAS sudah semestinya mentradisikan motivasi perjuangan yang meletakkan loyalitas kepada cita-cita, bukan kepada orang perorang. Gerakan HIMAS akan kehilangan jati dirinya ketika ia memainkan perannya sebagai subordinasi dari orang per orang, dan bakal terkubur eksistensi sejarahnya apabila ia membiarkan dirinya menjadi alat penguasa, siapa pun pemegang kekuasaan itu.

Lima tawaran gerakan itu bukan hanya untuk pengurus atau anggota HIMAS yang masih aktif, tapi untuk seluruh alumni dan semua yang selalu berteriak pro kebenaran dan mengaku sedang berjuang menegakkan kebenaran, maka saatnya kita melakukan revitalisasi gerakan atau pilihannya tak berbuat apa-apa, sama halnya berusaha membinasakan HIMAS atau menyaksiakan kebinasaan HIMAS tanpa perasaan.

Maka, sekali lagi mari kita meluruskan orientasi perjuangan kita. Saya percaya banyak hal-hal yang lebih terhormat yang mendesak dan penting yang bisa kita perbuat untuk masyarakat kita. Orang besar adalah mereka yang berpikir besar, bertindak besar dan hanya mau beresiko besar terhadap sesuatu yang menguntungkan orang banyak. Dan orang yang tindakannya melahirkan resiko besar dan tak banyak menguntungkan orang, adalah orang yang sebenarnya menuju pada kebinasaan. Allah al malik al ilm wa a’lam.

IPTAQ : UNTUKMU KADER HIMAS

Se-iring dengan perputaran waktu begitu cepat, yang setiap saat meyilimuti kehidupan ummat manusia di dunia, dan berharap setiap lorong-lorong waktu yang dilewati, bisa menjadi saksi sejarah dalam nafas yang setiap saat kita hembuskan. Umur kita bertambah dari waktu ke waktu bersamaan dengan krisis dan problem masyarakat yang setiap saat selalu di pertontonkan secara gratis yang disajikan untuk masyarakat. Masyarakat seakan-akan mengemis makna dari arti sebuah kemerdekaan. Karena yang mereka tahu saat ini bahwa kebebasan yang mereka rasakan adalah kebebasan yang terpenjara…!!

Masyarakat selalu berdoa dan berharap mudah-mudahan Tuhan mengirim kan kader-Nya untuk membangun menara keadilan dari hak-hak mereka, bukan manusia-manusia yang hanya bisa berpretensi, tapii kering kerontang dalam tindakan nyata. He…he….he…

Pertanyaan adalah apakah Himas adalah kader yang dikirimkan Tuhan sebagai jawaban dari doa masyarakat kepuluan? Jawabannya… “Iya”…apabila setiap bayi yang dilahirkan oleh Himas ikut bertanggung jawab saling membangunkan dari mimpi buruknya. Idealisme harus menjadi tema awal dalam buku agenda pikiran kader Himas. Jangan mau diciptakan menjadi robot-robot yang siap bekerja yang tidak akan hidup dan bergerak tanpa adanya energi pragmatis, selalu diam tampa adanya remot control yang digerakkan pemiliknya. Dan itulah bagian dari burung hantu yang selama ini bersemayam di langit hati individu kader Himas, yang seharusnya di tembak mati dengan senapan komitmen diri terhadap gerakan.

Himas sebagai kader yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi, harus berani membangun identitas dari kerisis kepercayaan, yang terlepas dari intervensi siapapun, yang terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, akademik, social dan mandiri. Sehingga membentuk tanggung jawab keagamaan, intelektualitas, social kemasyarakatan dan tanggung jawab individu sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga masyarakat kepuluan.

HIMAS yang lahir sebagai organisasi gerakan harus membuahkan suatu konsepsi romantis yang kini menjadi senandung merdu bahwa mahasiswa adalah dinamisator perubahan melalui moral Force. Karena untuk menghadiahi senyum buat masyarakat kepulauan tidaklah semudah memunculkan tawa dalam keceriaan, tapi perlu proses dan pengorbanan yang maha akbar dari seluruh putra putri kepuluan yang mengiginkan cerita ketertekanan berakhir bersama pagi yang meninggalkan malam.

Derap langkah HIMAS dalam memperjuangkan idealismenya untuk masyarakat kepulauan dimasa-masa mendatang lebih mungkin ditata dan dirancang bila problem dirinya bisa tepecahkan bukan karena peradaban itu yang menindas para kader HIMAS sehingga gagal dan tumbuh untuk bangkit sebagai Al-ternatif ditengah problem masyarakat .Tetapi HIMAS bisa menggambarkan suatu konsistensi keyakinan ideology dalam membangun gerakan untuk masyarakat kepuluan sebagaimana Allah kehendaki, suatu obsesi yang mengandung kecerdasan raksasa sebagaimana Nabi Menampilkan sebuah pencerahan untuk memimpin peroyek peradaban Islam

Mungkin hanya ini dulu evaluasi yang dibangun dari sebuah perenungan panjang sebagai kader. Aku berharap bunga yang dirangkai saat ini oleh Himas suatu saat bisa mengeluarkan aroma kebebasan. Dan keindahannya mampu membuat jiwa masyarakat kepuluan bersatu dalam sebuah bingkai kebersamaan demi sebuah tanggung jawab yang telah Tuhan titipkan kepada seluruh plajurit-Nya di bumi.

Pernak-pernik Kegiatan


Salah satu kegiatan ektrakurikuler yang dilaksanakan setiap libur semester akhir tahun pelajaran adalah kegiatan OUTBOND. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh siswa-siswi MA Tarbiyatul Banin mulai dari kelas X-XII.
.

Selain bertujuan untuk pemantapan kaderisasi IPNU-IPPNU, juga sebagai sarana keakraban antar siswa dan guru serta tadabbur alam. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari dengan berbagai rangkaian kegiatan kemah, sehingga siswa tidak merasa jenuh melakukan pembelajaran di dalam kelas secara terus menerus. Smoga kegiatan ini mampu membangun kesadaran, kebersamaan, keakraban, demi kemajuan dan kejayaan Madrasah Tarbiyatul Banin tercinta..Bravo!!!

Proses Kenaikan Sabuk pendekar-pendekar silat MA Tarbiyatul Banin dari Persatuan Setia Hati Terate komisariat MA Banin Winong Pati

" MA BANIN


Bahwa untuk mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan sumber daya manusia yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang bertaqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi agama, bangsa dan negara, dipandang perlu adanya Lembaga Pendidikan dan Perguruan Agama Islam yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup ajaran agama Islam dalam pembinaan umat.


Bahwa para ulama dan sesepuh Desa Pekalongan pada tahun 1930 mendirikan madrasah ala pondok pesantren sebagai cabang Matholiul Falah Kajen Margoyoso yang kemudian berubah nama menjadi madrasah Tarbiyatul Banin. Kemudian dalam perkembangannya didirikanlah Yayasan yang didaftarkan dalam Akta Notaris Sdr. Sugianto, SH Pati Nomor : 11 Tahun 1997 tanggal 6 Juni 1997 dan telah terdaftar pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pati Nomor 18/1997/A.N/K/Y tanggal 21 Juni 1997, dengan nama Yayasan Tarbiyatul Banin.
Yayasan Perguruan Agama Islam Tarbiyatul Banin merupakan yayasan yang telah berkembang sejak tahun 1930. Yayasan Tarbiyatul Banin sampai saat ini telah mengelola beberapa unit usaha yaitu; unit Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), unit pendidikan Raudlotul Athfal (RA), unit pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI), unit pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTs), unit pendidikan Madrasah Aliyah (MA), dan unit pendidikan Pondok Pesantren.

FOTo seputar Banin


SEJAUH MANA IPTEK ISLAM

Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9).
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 269).
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).
Mengapa kita harus menguasai IPTEK? Terdapat tiga alasan pokok, yakni:
1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat. Ini fakta, tdk bisa dipungkiri.
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.
Selama 20 tahun terakhir, jumlah kaum Muslim di dunia telah meningkat secara perlahan. Angka statistik tahun 1973 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Muslim dunia adalah 500 juta; sekarang, angka ini telah mencapai 1,5 miliar. Kini, setiap empat orang salah satunya adalah Muslim. Bukanlah mustahil bahwa jumlah penduduk Muslim akan terus bertambah dan Islam akan menjadi agama terbesar di dunia. Peningkatan yang terus-menerus ini bukan hanya dikarenakan jumlah penduduk yang terus bertambah di negara-negara Muslim, tapi juga jumlah orang-orang mualaf yang baru memeluk Islam yang terus meningkat, suatu fenomena yang menonjol, terutama setelah serangan terhadap World Trade Center pada tanggal 11 September 2001. Serangan ini, yang dikutuk oleh setiap orang, terutama umat Muslim, tiba-tiba saja telah mengarahkan perhatian orang (khususnya warga Amerika) kepada Islam. Orang di Barat berbicara banyak tentang agama macam apakah Islam itu, apa yang dikatakan Al Quran, kewajiban apakah yang harus dilaksanakan sebagai seorang Muslim, dan bagaimana kaum Muslim dituntut melaksanakan urusan dalam kehidupannya. Ketertarikan ini secara alamiah telah mendorong peningkatan jumlah warga dunia yang berpaling kepada Islam. Demikianlah, perkiraan yang umum terdengar pasca peristiwa 11 September 2001 bahwa “serangan ini akan mengubah alur sejarah dunia”, dalam beberapa hal, telah mulai nampak kebenarannya. Proses kembali kepada nilai-nilai agama dan spiritual, yang dialami dunia sejak lama, telah menjadi keberpalingan kepada Islam.
Hal luar biasa yang sesungguhnya sedang terjadi dapat diamati ketika kita mempelajari perkembangan tentang kecenderungan ini, yang mulai kita ketahui melalui surat-surat kabar maupun berita-berita di televisi. Perkembangan ini, yang umumnya dilaporkan sekedar sebagai sebuah bagian dari pokok bahasan hari itu, sebenarnya adalah petunjuk sangat penting bahwa nilai-nilai ajaran Islam telah mulai tersebar sangat pesat di seantero dunia. Di belahan dunia Islam lainnya, Islam berada pada titik perkembangan pesat di Eropa. Perkembangan ini telah menarik perhatian yang lebih besar di tahun-tahun belakangan, sebagaimana ditunjukkan oleh banyak tesis, laporan, dan tulisan seputar “kedudukan kaum Muslim di Eropa” dan “dialog antara masyarakat Eropa dan umat Muslim.”
Beriringan dengan berbagai laporan akademis ini, media massa telah sering menyiarkan berita tentang Islam dan Muslim. Penyebab ketertarikan ini adalah perkembangan yang terus-menerus mengenai angka populasi Muslim di Eropa, dan peningkatan ini tidak dapat dianggap hanya disebabkan oleh imigrasi. Meskipun imigrasi dipastikan memberi pengaruh nyata pada pertumbuhan populasi umat Islam, namun banyak peneliti mengungkapkan bahwa permasalahan ini dikarenakan sebab lain: angka perpindahan agama yang tinggi. Suatu kisah yang ditayangkan NTV News pada tanggal 20 Juni 2004 dengan judul “Islam adalah agama yang berkembang paling pesat di Eropa” membahas laporan yang dikeluarkan oleh badan intelejen domestik Prancis. Laporan tersebut menyatakan bahwa jumlah orang mualaf yang memeluk Islam di negara-negara Barat semakin terus bertambah, terutama pasca peristiwa serangan 11 September. Misalnya, jumlah orang mualaf yang memeluk Islam di Prancis meningkat sebanyak 30 hingga 40 ribu di tahun lalu saja.
g. Dampak Kemajuan Islam di bidang IPTEK
1) Gereja Katolik dan Perkembangan Islam
Gereja Katolik Roma, yang berpusat di kota Vatican, adalah salah satu lembaga yang mengikuti fenomena tentang kecenderungan perpindahan agama. Salah satu pokok bahasan dalam pertemuan bulan Oktober 1999 muktamar Gereja Eropa, yang dihadiri oleh hampir seluruh pendeta Katolik, adalah kedudukan Gereja di milenium baru. Tema utama konferensi tersebut adalah tentang pertumbuhan pesat agama Islam di Eropa. The National Catholic Reporter melaporkan sejumlah orang garis keras menyatakan bahwa satu-satunya cara mencegah kaum Muslim mendapatkan kekuatan di Eropa adalah dengan berhenti bertoleransi terhadap Islam dan umat Islam; kalangan lain yang lebih objektif dan rasional menekankan kenyataan bahwa oleh karena kedua agama percaya pada satu Tuhan, sepatutnya tidak ada celah bagi perselisihan ataupun persengketaan di antara keduanya.
Dalam satu sesi, Uskup Besar Karl Lehmann dari Jerman menegaskan bahwa terdapat lebih banyak kemajemukan internal dalam Islam daripada yang diketahui oleh banyak umat Nasrani, dan pernyataan-pernyataan radikal seputar Islam sesungguhnya tidak memiliki dasar.
(1) Mempertimbangkan kedudukan kaum Muslim di saat menjelaskan kedudukan Gereja di milenium baru sangatlah tepat, mengingat pendataan tahun 1999 oleh PBB menunjukkan bahwa antara tahun 1989 dan 1998, jumlah penduduk Muslim Eropa meningkat lebih dari 100 persen. Dilaporkan bahwa terdapat sekitar 13 juta umat Muslim tinggal di Eropa saat ini: 3,2 juta di Jerman, 2 juta di Inggris, 4-5 juta di Prancis, dan selebihnya tersebar di bagian Eropa lainnya, terutama di Balkan. Angka ini mewakili lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk Eropa.
(2) Kesadaran Beragama di Kalangan Muslim Meningkat di Eropa. Penelitian terkait juga mengungkap bahwa seiring dengan terus meningkatnya jumlah Muslim di Eropa, terdapat kesadaran yang semakin besar dalam menjalankan agama di kalangan para mahasiswa. Menurut survei yang dilakukan oleh surat kabar Prancis Le Monde di bulan Oktober 2001, dibandingkan data yang dikumpulkan di tahun 1994, banyak kaum Muslims terus melaksanakan sholat, pergi ke mesjid, dan berpuasa. Kesadaran ini terlihat lebih menonjol di kalangan mahasiswa universitas.
(3) Dalam sebuah laporan yang didasarkan pada media masa asing di tahun 1999, majalah Turki Aktüel menyatakan, para peneliti Barat memperkirakan dalam 50 tahun ke depan Eropa akan menjadi salah satu pusat utama perkembangan Islam.
h. Islam adalah Bagian Tak Terpisahkan dari Eropa
Bersamaan dengan kajian sosiologis dan demografis ini, kita juga tidak boleh melupakan bahwa Eropa tidak bersentuhan dengan Islam hanya baru-baru ini saja, akan tetapi Islam sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari Eropa.
Eropa dan dunia Islam telah saling berhubungan dekat selama berabad-abad. Pertama, negara Andalusia (756-1492) di Semenanjung Iberia, dan kemudian selama masa Perang Salib (1095-1291), serta penguasaan wilayah Balkan oleh kekhalifahan Utsmaniyyah (1389) memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara kedua masyarakat itu. Kini banyak pakar sejarah dan sosiologi menegaskan bahwa Islam adalah pemicu utama perpindahan Eropa dari gelapnya Abad Pertengahan menuju terang-benderangnya Masa Renaisans. Di masa ketika Eropa terbelakang di bidang kedokteran, astronomi, matematika, dan di banyak bidang lain, kaum Muslim memiliki perbendaharaan ilmu pengetahuan yang sangat luas dan kemampuan hebat dalam membangun.
i. Bersatu pada Pijakan Bersama: “Monoteisme”
Perkembangan Islam juga tercerminkan dalam perkembangan dialog antar-agama baru-baru ini. Dialog-dialog ini berawal dengan pernyataan bahwa tiga agama monoteisme (Islam, Yahudi, dan Nasrani) memiliki pijakan awal yang sama dan dapat bertemu pada satu titik yang sama. Dialog-dialog seperti ini telah sangat berhasil dan membuahkan kedekatan hubungan yang penting, khususnya antara umat Nasrani dan Muslim. Dalam Al Quran, Allah memberitahukan kepada kita bahwa kaum Muslim mengajak kaum Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi) untuk bersatu pada satu pijakan yang disepakati bersama:
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali ‘Imran, 3: 64)
Ketiga agama yang meyakini satu Tuhan tersebut memiliki keyakinan yang sama dan nilai-nilai moral yang sama. Percaya pada keberadaan dan keesaan Tuhan, malaikat, Nabi, Hari Akhir, Surga dan Neraka, adalah ajaran pokok keimanan mereka. Di samping itu, pengorbanan diri, kerendahan hati, cinta, berlapang dada, sikap menghormati, kasih sayang, kejujuran, menghindar dari berbuat zalim dan tidak adil, serta berperilaku mengikuti suara hati nurani semuanya adalah sifat-sifat akhak terpuji yang disepakati bersama. Jadi, karena ketiga agama ini berada pada pijakan yang sama, mereka wajib bekerja sama untuk menghapuskan permusuhan, peperangan, dan penderitaan yang diakibatkan oleh ideologi-ideologi antiagama. Ketika dilihat dari sudut pandang ini, dialog antar-agama memegang peran yang jauh lebih penting. Sejumlah seminar dan konferensi yang mempertemukan para wakil dari agama-agama ini, serta pesan perdamaian dan persaudaraan yang dihasilkannya, terus berlanjut secara berkala sejak pertengahan tahun 1990-an.
j. Kabar Gembira tentang Datangnya Zaman Keemasan
Dengan mempertimbangkan semua fakta yang ada, terungkap bahwa terdapat suatu pergerakan kuat menuju Islam di banyak negara, dan Islam semakin menjadi pokok bahasan terpenting bagi dunia. Perkembangan ini menunjukkan bahwa dunia sedang bergerak menuju zaman yang sama sekali baru. Yaitu sebuah zaman yang di dalamnya, insya Allah, Islam akan memperoleh kedudukan penting dan ajaran akhlak Al Quran akan tersebar luas. Penting untuk dipahami, perkembangan yang sangat penting ini telah dikabarkan dalam Al Quran 14 abad yang lalu:
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. At Taubah, 9: 32-33)
Tersebarnya akhlak Islami adalah salah satu janji Allah kepada orang-orang yang beriman. Selain ayat-ayat ini, banyak hadits Nabi kita saw menegaskan bahwa ajaran akhlak Al Quran akan meliputi dunia. Di masa-masa akhir menjelang berakhirnya dunia, umat manusia akan mengalami sebuah masa di mana kezaliman, ketidakadilan, kepalsuan, kecurangan, peperangan, permusuhan, persengketaan, dan kebobrokan akhlak merajalela. Kemudian akan datang Zaman Keemasan, di mana tuntunan akhlak ini mulai tersebar luas di kalangan manusia bagaikan naiknya gelombang air laut pasang dan pada akhirnya meliputi seluruh dunia. Sejumlah hadits ini, juga ulasan para ulama mengenai hadits tersebut, dipaparkan sebagaimana berikut:
Selama [masa] ini, umatku akan menjalani kehidupan yang berkecukupan dan terbebas dari rasa was-was yang mereka belum pernah mengalami hal seperti itu. [Tanah] akan mengeluarkan panennya dan tidak akan menahan apa pun dan kekayaan di masa itu akan berlimpah. (Sunan Ibnu Majah)
Penghuni langit dan bumi akan ridha. Bumi akan mengeluarkan semua yang tumbuh, dan langit akan menumpahkan hujan dalam jumlah berlimpah. Disebabkan seluruh kebaikan yang akan Allah curahkan kepada penduduk bumi, orang-orang yang masih hidup berharap bahwa mereka yang telah meninggal dunia dapat hidup kembali. (Muhkhtasar Tazkirah Qurtubi, hal. 437)
Bumi akan berubah seperti penampan perak yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan … (Sunan Ibnu Majah)
Bumi akan diliputi oleh kesetaraan dan keadilan sebagaimana sebelumnya yang diliputi oleh penindasan dan kezaliman. (Abu Dawud)
Keadilan akan demikian jaya sampai-sampai semua harta yang dirampas akan dikembalikan kepada pemiliknya; lebih jauh, sesuatu yang menjadi milik orang lain, sekalipun bila terselip di antara gigi-geligi seseorang, akan dikembalikan kepada pemiliknya… Keamanan meliputi seluruh Bumi dan bahkan segelintir perempuan bisa menunaikan haji tanpa diantar laki-laki. (Ibn Hajar al Haitsami: Al Qawlul Mukhtasar fi `Alamatul Mahdi al Muntazar, hal. 23)
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, Zaman Keemasan akan merupakan suatu masa di mana keadilan, kemakmuran, keberlimpahan, kesejahteraan, rasa aman, perdamaian, dan persaudaraan akan menguasai kehidupan umat manusia, dan merupakan suatu zaman di mana manusia merasakan cinta, pengorbanan diri, lapang dada, kasih sayang, dan kesetiaan. Dalam hadits-haditsnya, Nabi kita saw mengatakan bahwa masa yang diberkahi ini akan terjadi melalui perantara Imam Mahdi, yang akan datang di Akhir Zaman untuk menyelamatkan dunia dari kekacauan, ketidakadilan, dan kehancuran akhlak. Ia akan memusnahkan paham-paham yang tidak mengenal Tuhan dan menghentikan kezaliman yang merajalela. Selain itu, ia akan menegakkan agama seperti di masa Nabi kita saw, menjadikan tuntunan akhlak Al Quran meliputi umat manusia, dan menegakkan perdamaian dan menebarkan kesejahteraan di seluruh dunia.
Kebangkitan Islam yang sedang dialami dunia saat ini, serta peran Negara Iran dan Turki di era baru merupakan tanda-tanda penting bahwa masa yang dikabarkan dalam Al Quran dan dalam hadits Nabi kita sangatlah dekat. Besar harapan kita bahwa Allah akan memperkenankan kita menyaksikan masa yang penuh berkah ini.
k. Kekuatan Iptek
Hampir menjadi pengetahuan umum (common sense) bahwa dasar dari peradaban modern adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Iptek merupakan dasar dan pondasi yang menjadi penyangga bangunan peradaban modern barat sekarang ini. Masa depan suatu bangsa akan banyak ditentukan oleh tingkat penguasaan bangsa itu terhadap Iptek. Suatu masyarakat atau bangsa tidak akan memiliki keunggulan dan kemampuan daya saing yang tinggi, bila ia tidak mengambil dan mengembangkan Iptek. Bisa dimengerti bila setiap bangsa di muka bumi sekarang ini, berlomba-lomba serta bersaing secara ketat dalam penguasaan dan pengembangan iptek.(2)
Diakui bahwa iptek, disatu sisi telah memberikan “berkah” dan anugrah yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia. Namun di sisi lain, iptek telah mendatangkan “petaka” yang pada gilirannya mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Kemajuan dalam bidang iptek telah menimbulkan perubahan sangat cepat dalam kehidupan uamt manusia. Perubahan ini, selain sangat cepat memiliki daya jangkau yang amat luas. Hampir tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai nilai dalam kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan.(3)
Di Eropa, sejak abad pertengahan, timbul konflik antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama (gereja). Dalam konflik ini sains keluar sebagai pemenang, dan sejak itu sains melepaskan diri dari kontrol dan pengaruh agama, serta membangun wilayahnya sendiri secara otonom.(4)
Dalam perkembangannya lebih lanjut, setelah terjadi revolusi industri di Barat, terutama sepanjang abad XVIII dan XIX, sains bahkan menjadi “agama baru” atau “agama palsu”(Pseudo Religion). Dalam kajian teologi modern di Barat, timbul mazhab baru yang dinamakan “saintisme” dalam arti bahwa sains telah menjadi isme, ideologi bahkan agama baru.(5)
Namun sejak pertengahan abad XX, terutama seteleh terjadi penyalahgunaan iptek dalam perang dunia I dan perang dunia II, banyak pihak mulai menyerukan perlunya integrasi ilmu dan agama, iptek dan imtak. Pembicaraan tentang iptek mulai dikaitkan dengan moral dan agama hingga sekarang (ingat kasus kloning misalnya). Dalam kaitan ini, keterkaitan iptek dengan moral (agama) di harapkan bukan hanya pada aspek penggunaannya saja (aksiologi), tapi juga pada pilihan objek (ontologi) dan metodologi (epistemologi)-nya sekaligus.
Di negara ini, gagasan tentang perlunya integrasi pendidikan imtak dan iptek ini sudah lama digulirkan. Profesor B.J. Habibie, adalah orang pertama yang menggagas integrasi imtak dan iptek ini. Hal ini, selain karena adanya problem dikotomi antara apa yang dinamakan ilmu-ilmu umum (sains) dan ilmu-ilmu agama (Islam), juga disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa pengembangan iptek dalam sistem pendidikan kita tampaknya berjalan sendiri, tanpa dukungan asas iman dan takwa yang kuat, sehingga pengembangan dan kemajuan iptek tidak memiliki nilai tambah dan tidak memberikan manfaat yang cukup berarti bagi kemajuan dan kemaslahatan umat dan bangsa dalam arti yang seluas-luasnya.
Kekhwatiran ini, cukup beralasan, karena sejauh ini sistem pendidikan kita tidak cukup mampu menghasilkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt sebagaimana diharapkan. Berbagai tindak kejahatan sering terjadi dan banyak dilakukan justru oleh orang-orang yang secara akademik sangat terpelajar, bahkan mumpuni. Ini berarti, aspek pendidikan turut menyumbang dan memberikan saham bagi kebangkrutan bangsa yang kita rasakan sekarang. Kenyataan ini menjadi salah satu catatan mengenai raport merah pendidikan nasional kita.
Secara lebih spesifik, integrasi pendidikan imtak dan iptek ini diperlukan karena empat alasan.
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah swt. Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi. (6)
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita. (7)
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat. (8)
Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan. Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu (Q.S. An-Nur:39). Maka integrasi imtak dan iptek harus diupayakan dalam format yang tepat sehingga keduanya berjalan seimbang (hand in hand) dan dapat mengantar kita meraih kebaikan dunia (hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat kita panjatkan kepada Tuhan (Q.S. Al-Baqarah :201).
l. Menuju Integrasi Imtak dan Iptek
Untuk membangun sistem pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan imtak dan iptek dalam sistem pendidikan nasional kita, kita harus melihat kembali aspek-aspek pendidikan kita, terutama berkaitan dengan empat hal berikut ini, yaitu:
1) Filsafat dan orientasi pendidikan (termasuk di dalamnya filsafat manusia)
2) Tujuan Pendidikan
3) Filsafat ilmu pengetahuan (Epistemologi) dan
4) Pendekatan dan metode pembelajaran.
Dalam filsafat pendidikan konvensional, pendidikan dipahami sebagai proses mengalihkan kebudayaan dari satu generasi ke generasi lain. Filsafat pendidikan semacam ini mengandung banyak kelemahan. Selain dapat timbul degradasi (penurunan kualitas pendidikan) setiap saat, pendidikan cenderung dipahami sebagai transfer of knowledge semata dengan hanya menyentuh satu aspek saja, aspek kognitif dan kecerdasan intelektual (IQ) semata dengan mengabaikan kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) peserta didik. Dengan filosofi seperti itu, peserta didik sering diperlakukan sebagai makhluk tidak berkesadaran. Akibatnya, pendidikan tidak berhasil melaksanakan fungsi dasarnya sebagai wahana pemberdayaan manusia dan peningkatan harkat dan martabat manusia dalam arti yang sebenar-benarnya.
Berbicara filsafat pendidikan, mau tidak mau, kita harus membicarakan pula tentang filsafat manusia. Soalnya, proses pendidikan itu dilakukan oleh manusia dan untuk manusia pula. Pendeknya, pendidikan melibatkan manusia baik sebagai subjek maupun objek sekaligus. Tanpa mengenal siapa manusia itu sebenarnya, proses pendidikan, akan selalu menemui kegagalan seperti yang selama ini terjadi.
Manusia, dalam pandangan Islam, adalah puncak dari ciptaan tuhan (Q.S. At-Thiin : 4), mahluk yang dimuliakan oleh Allah dan dilebihkan dibanding mahluk lain (Q.S. Al-Isra : 70), merupakan mahluk yang dipercaya oleh Tuhan sebagai Khalifah di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah : 30, Shad :36), manusia dibekali oleh Allah potensi-potensi baik berupa panca indera, akal pikiran (rasio), hati (Qalb), dan sanubari (Q.S. As-Sajadh : 9). Dengan demikian, manusia adalah mahluk rasional dan emosional, makhluk jasmani dan rohani sekaligus.
Bertolak dari filsafat manusia ini, maka pendidikan tidak lain harus dipahami sebagai ikhtiar manusia yang dilakukan secara sadar untuk menumbuhkan potensi-potensi baik yang dimiliki manusia sehingga ia mampu dan sanggup mempertanggung jawabkan eksistensi dan kehadirannya di muka bumi. Dalam perspektif ini, adalah pendidikan manusia seutuhnya, dan harus diarahkan pada pembentukan kesadaran dan kepribadian manusia. Disinilah, nilai-nilai budaya dan agama, imtak dan akhlaqul al-Karimah, dapat ditanamkan, sehingga pendidikan, selain berisi transfer ilmu, juga bermakna transformasi nilai-nilai budaya dan agama (imtak).
Lalu, apa tujuan pendidikan itu? Dalam pandangan Islam, tujuan pendidikan tidak berbeda dengan tujuan hidup itu sendiri, yaitu beribadah kepada Allah swt (Q.S. Al-Dzariyat: 56). Dengan kata lain, pendidikan harus menciptakan pribadi-pribadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt yang dapat mengantar manusia meraih kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam berorientasi pada penciptaan ilmuwan (ulama) yang takut bercampur kagum kepada kebesaran Allah swt (Q.S. Fathir : 28), dan berorientasi pada penciptaan intelektual dengan kualifikasi sebagai Ulul Albab yang dapat mengembangkan kualitas pikir dan kualitas dzikir (imtaq dan iptek) sekaligus (Q.S. Ali Imran: 191-193).
Proses integrasi imtak dan iptek, seperti telah disinggung di muka, pada hemat saya, harus pula dilakukan dalam tataran atau ranah metafisika keilmuan, khususnya menyangkut ontologi dan epistemologi ilmu. Ontologi ilmu menjelaskan apa saja realitas yang dapat diketahui manusia, sedang epiremologi menjelaskan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan itu dan dari mana sumbernya.(9)
Dikotomi keilmuan yang terjadi selama ini sesungguhnya bermula dari sini. Untuk itu integrasi imtak dan iptek, harus pula dimulai dari sini. Ini berarti, kita harus membongkar filsafat ilmu sekuler yang selama ini dianut. Kita harus membangun epistemologi islami yang bersifat integralistik yang menegaskan kesatuan ilmu dan kesatuan imtak dan iptek dilihat dari sumbernya, yaitu Allah swt seperti banyak digagas oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam kontemporer semacam Ismail Raji al-Faruqi, Prof. Naquib al Attas, Sayyed Hossein Nasr, dan belakangan Osman Bakar. (10)
Selain pada pada aspek filsafat, orientasi, tujuan, dan epistemologi pendidikan seperti telah diuraikan di atas, integrasi imtak dan iptek itu perlu dilakukan dengan metode pembelajaran yang tepat. Pendidikan imtak pada akhirnya harus berbicara tentang pendidikan agama (Islam) di berbagai sekolah maupun perguruan tinggi. Untuk mendukung integrasi pendidikan imtak dan iptek dalam sistem pendidikan nasional kita, maka pendidikan agama Islam disemua jenjang pendidikan tersebut harus dilakukan dengan pendekatan yang bersifat holistik, integralistik dan fungsional.
Dengan pendekatan holistik, Islam harus dipahami secara utuh, tidak parsial dan partikularistik. Pendidikan islam dapat mengikuti pola iman, Islam dan Ihsan, atau pola iman, ibadah dan akhlakul karimah, tanpa terpisah satu dengan yang lain, sehingga pendidikan Islam dan kajian Islam tidak hanya melahirkan dan memparkaya pemikiran dan wacana keislaman, tetapi sekaligus melahirkan kualitas moral (akhlaq al karimah) yang menjadi tujuan dari agama itu sendiri. Pendidikan Islam dengan pendekatan ini harus melahirkan budaya “berilmu amaliah dan beramal ilmiah”. Integrasi ilmu dan amal, imtak dan iptek haruslah menjadi ciri dan sekaligus nilai tambah dari pendidikan islam. (11)
Dengan pendekatan integralistik, pendidikan agama tidak boleh terpisah dan dipisahkan dari pendidikan sains dan teknologi. Pendidikan iptek tidak harus dikeluarkan dari pusat kesadaran keagamaan dan keislaman kita. Ini berarti, belajar sains tidak berkurang dan lebih rendah nilainya dari belajar agama. Belajar sains merupakan perintah Tuhan (Al-Quran), sama dan tidak berbeda dengan belajar agama itu sendiri. Penghormatan Islam yang selama ini hanya diberikan kepada ulama (pemuka agama) harus pula diberikan kepada kaum ilmuan (Saintis) dan intelektual.
Dengan secara fungsional, pendidikan agama harus berguna bagi kemaslahatan umat dan mampu menjawab tantangan dan pekembangan zaman demi kemuliaan Islam dan kaum muslim. Dalam perspektif Islam ilmu memang tidak untuk ilmu dan pendidikan tidak untuk pendidikan semata. Pendidikan dan pengembangan ilmu dilakukan untuk kemaslahatan umat manusia yang seluas-luasnya dalam kerangka ibadah kepada Allah swt.
Semetara dari segi metodologi, pendidikan dan pengajaran agama disemua jenjang pendidikan tersebut, tidak cukup dengan metode rasional dengan mengisi otak dan kecerdasan peserta didik demata-mata, sementara jiwa dan spiritualitasnya dibiarkan kosong dan hampa. Pendidikan agama perlu dilakukan dengan memberikan penekanan pada aspek afektif melalui praktik dan pembiasaan, serta melalui pengalaman langsung dan keteladanan prilaku dan amal sholeh. Dalam tradisi intelektual Islam klasik, pada saat mana Islam mencapai puncak kejayaannya, aspek pemikiran teoritik (al aql al nazhari) tidak pernah dipisahkan dari aspek pengalaman praksis (al aql al amali). Pemikiran teoritis bertugas mencari dan menemukan kebenaran, sedangkan pemikiran praksis bertugas mewujudkan kebenaran yang ditemukan itu dalam kehidupan nyata sehingga tugas dan kerja intelektual pada hakekatnya tidak pernah terpisah dari realitas kehidupan umat dan bangsa. Dalam paradigma ini, ilmu dan pengembangan ilmu tidak pernah bebas nilai. Pengembangan iptek harus diberi nilai rabbani (nilai ketuhanan dan nilai imtak), sejalan dengan semangat wahyu pertama, iqra’ bismi rabbik. Ini berarti pengembangan iptek tidak boleh dilepaskan dari imtak. Pengembangan iptek harus dilakukan untuk kemaslahatan kemanusiaan yang sebesar-besarnya dan dilakukan dalam kerangka ibadah kepada Allah swt.
Dalam perspektif ini, maka pengembangan pendidikan bermajna dakwah dalam arti yang sebenar-benarnya
m. Penyikapan terhadap Perkembangan IPTEK
Setiap manusia diberikan hidayah dari Allah swt berupa “alat” untuk mencapai dan membuka kebenaran. Hidayah tersebut adalah (1) indera, untuk menangkap kebenaran fisik, (2) naluri, untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidup manusia secara probadi maupun sosial, (3) pikiran dan atau kemampuan rasional yang mampu mengembangkan kemampuan tiga jenis pengetahuan akali (pengetahuan biasa, ilmiah dan filsafi). Akal juga merupakan penghantar untuk menuju kebenaran tertinggi, (4) imajinasi, daya khayal yang mampu menghasilkan kreativitas dan menyempurnakan pengetahuannya, (5) hati nurani, suatu kemampuan manusia untuk dapat menangkap kebenaran tingkah laku manusia sebagai makhluk yang harus bermoral.
Dalam menghadapi perkembangan budaya manusia dengan perkembangan IPTEK yang sangat pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai dan norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut. Menurut Mehdi Ghulsyani (1995), dalam menghadapi perkembangan IPTEK ilmuwan muslim dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok; (1) Kelompok yang menganggap IPTEK moderen bersifat netral dan berusaha melegitimasi hasil-hasil IPTEK moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai; (2) Kelompok yang bekerja dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami, (3) Kelompok yang percaya adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya. Untuk kelompok ketiga ini memunculkan nama Al-Faruqi yang mengintrodusir istilah “islamisasi ilmu pengetahuan”. Dalam konsep Islam pada dasarnya tidak ada pemisahan yang tegas antara ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan yang dikembangkan manusia merupakan “jalan” untuk menemukan kebenaran Allah itu sendiri. Sehingga IPTEK menurut Islam haruslah bermakna ibadah. Yang dikembangkan dalam budaya Islam adalah bentuk-bentuk IPTEK yang mampu mengantarkan manusia meningkatkan derajat spiritialitas, martabat manusia secara alamiah. Bukan IPTEK yang merusak alam semesta, bahkan membawa manusia ketingkat yang lebih rendah martabatnya.
Dari uraian di atas “hakekat” penyikapan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari yang islami adalah memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan martabat manusia dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah swt. Kebenaran IPTEK menurut Islam adalah sebanding dengan kemanfaatannya IPTEK itu sendiri. IPTEK akan bermanfaat apabila (1) mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya, (2) dapat membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik), (3) dapat memberikan pedoman bagi sesama, (4) dapat menyelesaikan persoalan umat. Dalam konsep Islam sesuatu hal dapat dikatakan mengandung kebenaran apabila ia mengandung manfaat dalam arti luas.
n. Keselarasan IMTAQ dan IPTEK
“Barang siapa ingin menguasai dunia dengan ilmu, barang siapa ingin menguasai akhirat dengan ilmu, dan barang siapa ingin menguasai kedua-duanya juga harus dengan ilmu” (Al-Hadist).
Perubahan lingkungan yang serba cepat dewasa ini sebagai dampak globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), harus diakui telah memberikan kemudahan terhadap berbagai aktifitas dan kebutuhan hidup manusia.
Di sisi lain, memunculkan kekhawatiran terhadap perkembangan perilaku khususnya para pelajar dan generasi muda kita, dengan tumbuhnya budaya kehidupan baru yang cenderung menjauh dari nilai-nilai spiritualitas. Semuanya ini menuntut perhatian ekstra orang tua serta pendidik khususnya guru, yang kerap bersentuhan langsung dengan siswa.
Dari sisi positif, perkembangan iptek telah memunculkan kesadaran yang kuat pada sebagian pelajar kita akan pentingnya memiliki keahlian dan keterampilan. Utamanya untuk menyongsong kehidupan masa depan yang lebih baik, dalam rangka mengisi era milenium ketiga yang disebut sebagai era informasi dan era bio-teknologi. Ini sekurang-kurangnya telah memunculkan sikap optimis, generasi pelajar kita umumya telah memiliki kesiapan dalam menghadapi perubahan itu.
Don Tapscott, dalam bukunya Growing up Digital (1999), telah melakukan survei terhadap para remaja di berbagai negara. Ia menyimpulkan, ada sepuluh ciri dari generasi 0 (zero), yang akan mengisi masa tersebut. Ciri-ciri itu, para remaja umumnya memiliki pengetahuan memadai dan akses yang tak terbatas. Bergaul sangat intensif lewat internet, cenderung inklusif, bebas berekspresi, hidup didasarkan pada perkembangan teknologi, sehingga inovatif, bersikap lebih dewasa, investigative arahnya pada how use something as good as possible bukan how does it work. Mereka pemikir cepat (fast thinker), peka dan kritis terutama pada informasi palsu, serta cek ricek menjadi keharusan bagi mereka.
Sikap optimis terhadap keadaan sebagian pelajar ini tentu harus diimbangi dengan memberikan pemahaman, arti penting mengembangkan aspek spiritual keagamaan dan aspek pengendalian emosional. Sehingga tercapai keselarasan pemenuhan kebutuhan otak dan hati (kolbu). Penanaman kesadaran pentingnya nilai-nilai agama memberi jaminan kepada siswa akan kebahagiaan dan keselamatan hidup, bukan saja selama di dunia tapi juga kelak di akhirat.

SEJAUH MANA IPTEK ISLAM

Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar [39] : 9).
“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 269).
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).
Mengapa kita harus menguasai IPTEK? Terdapat tiga alasan pokok, yakni:
1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat. Ini fakta, tdk bisa dipungkiri.
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.
3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.
Selama 20 tahun terakhir, jumlah kaum Muslim di dunia telah meningkat secara perlahan. Angka statistik tahun 1973 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Muslim dunia adalah 500 juta; sekarang, angka ini telah mencapai 1,5 miliar. Kini, setiap empat orang salah satunya adalah Muslim. Bukanlah mustahil bahwa jumlah penduduk Muslim akan terus bertambah dan Islam akan menjadi agama terbesar di dunia. Peningkatan yang terus-menerus ini bukan hanya dikarenakan jumlah penduduk yang terus bertambah di negara-negara Muslim, tapi juga jumlah orang-orang mualaf yang baru memeluk Islam yang terus meningkat, suatu fenomena yang menonjol, terutama setelah serangan terhadap World Trade Center pada tanggal 11 September 2001. Serangan ini, yang dikutuk oleh setiap orang, terutama umat Muslim, tiba-tiba saja telah mengarahkan perhatian orang (khususnya warga Amerika) kepada Islam. Orang di Barat berbicara banyak tentang agama macam apakah Islam itu, apa yang dikatakan Al Quran, kewajiban apakah yang harus dilaksanakan sebagai seorang Muslim, dan bagaimana kaum Muslim dituntut melaksanakan urusan dalam kehidupannya. Ketertarikan ini secara alamiah telah mendorong peningkatan jumlah warga dunia yang berpaling kepada Islam. Demikianlah, perkiraan yang umum terdengar pasca peristiwa 11 September 2001 bahwa “serangan ini akan mengubah alur sejarah dunia”, dalam beberapa hal, telah mulai nampak kebenarannya. Proses kembali kepada nilai-nilai agama dan spiritual, yang dialami dunia sejak lama, telah menjadi keberpalingan kepada Islam.
Hal luar biasa yang sesungguhnya sedang terjadi dapat diamati ketika kita mempelajari perkembangan tentang kecenderungan ini, yang mulai kita ketahui melalui surat-surat kabar maupun berita-berita di televisi. Perkembangan ini, yang umumnya dilaporkan sekedar sebagai sebuah bagian dari pokok bahasan hari itu, sebenarnya adalah petunjuk sangat penting bahwa nilai-nilai ajaran Islam telah mulai tersebar sangat pesat di seantero dunia. Di belahan dunia Islam lainnya, Islam berada pada titik perkembangan pesat di Eropa. Perkembangan ini telah menarik perhatian yang lebih besar di tahun-tahun belakangan, sebagaimana ditunjukkan oleh banyak tesis, laporan, dan tulisan seputar “kedudukan kaum Muslim di Eropa” dan “dialog antara masyarakat Eropa dan umat Muslim.”
Beriringan dengan berbagai laporan akademis ini, media massa telah sering menyiarkan berita tentang Islam dan Muslim. Penyebab ketertarikan ini adalah perkembangan yang terus-menerus mengenai angka populasi Muslim di Eropa, dan peningkatan ini tidak dapat dianggap hanya disebabkan oleh imigrasi. Meskipun imigrasi dipastikan memberi pengaruh nyata pada pertumbuhan populasi umat Islam, namun banyak peneliti mengungkapkan bahwa permasalahan ini dikarenakan sebab lain: angka perpindahan agama yang tinggi. Suatu kisah yang ditayangkan NTV News pada tanggal 20 Juni 2004 dengan judul “Islam adalah agama yang berkembang paling pesat di Eropa” membahas laporan yang dikeluarkan oleh badan intelejen domestik Prancis. Laporan tersebut menyatakan bahwa jumlah orang mualaf yang memeluk Islam di negara-negara Barat semakin terus bertambah, terutama pasca peristiwa serangan 11 September. Misalnya, jumlah orang mualaf yang memeluk Islam di Prancis meningkat sebanyak 30 hingga 40 ribu di tahun lalu saja.
g. Dampak Kemajuan Islam di bidang IPTEK
1) Gereja Katolik dan Perkembangan Islam
Gereja Katolik Roma, yang berpusat di kota Vatican, adalah salah satu lembaga yang mengikuti fenomena tentang kecenderungan perpindahan agama. Salah satu pokok bahasan dalam pertemuan bulan Oktober 1999 muktamar Gereja Eropa, yang dihadiri oleh hampir seluruh pendeta Katolik, adalah kedudukan Gereja di milenium baru. Tema utama konferensi tersebut adalah tentang pertumbuhan pesat agama Islam di Eropa. The National Catholic Reporter melaporkan sejumlah orang garis keras menyatakan bahwa satu-satunya cara mencegah kaum Muslim mendapatkan kekuatan di Eropa adalah dengan berhenti bertoleransi terhadap Islam dan umat Islam; kalangan lain yang lebih objektif dan rasional menekankan kenyataan bahwa oleh karena kedua agama percaya pada satu Tuhan, sepatutnya tidak ada celah bagi perselisihan ataupun persengketaan di antara keduanya.
Dalam satu sesi, Uskup Besar Karl Lehmann dari Jerman menegaskan bahwa terdapat lebih banyak kemajemukan internal dalam Islam daripada yang diketahui oleh banyak umat Nasrani, dan pernyataan-pernyataan radikal seputar Islam sesungguhnya tidak memiliki dasar.
(1) Mempertimbangkan kedudukan kaum Muslim di saat menjelaskan kedudukan Gereja di milenium baru sangatlah tepat, mengingat pendataan tahun 1999 oleh PBB menunjukkan bahwa antara tahun 1989 dan 1998, jumlah penduduk Muslim Eropa meningkat lebih dari 100 persen. Dilaporkan bahwa terdapat sekitar 13 juta umat Muslim tinggal di Eropa saat ini: 3,2 juta di Jerman, 2 juta di Inggris, 4-5 juta di Prancis, dan selebihnya tersebar di bagian Eropa lainnya, terutama di Balkan. Angka ini mewakili lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk Eropa.
(2) Kesadaran Beragama di Kalangan Muslim Meningkat di Eropa. Penelitian terkait juga mengungkap bahwa seiring dengan terus meningkatnya jumlah Muslim di Eropa, terdapat kesadaran yang semakin besar dalam menjalankan agama di kalangan para mahasiswa. Menurut survei yang dilakukan oleh surat kabar Prancis Le Monde di bulan Oktober 2001, dibandingkan data yang dikumpulkan di tahun 1994, banyak kaum Muslims terus melaksanakan sholat, pergi ke mesjid, dan berpuasa. Kesadaran ini terlihat lebih menonjol di kalangan mahasiswa universitas.
(3) Dalam sebuah laporan yang didasarkan pada media masa asing di tahun 1999, majalah Turki Aktüel menyatakan, para peneliti Barat memperkirakan dalam 50 tahun ke depan Eropa akan menjadi salah satu pusat utama perkembangan Islam.
h. Islam adalah Bagian Tak Terpisahkan dari Eropa
Bersamaan dengan kajian sosiologis dan demografis ini, kita juga tidak boleh melupakan bahwa Eropa tidak bersentuhan dengan Islam hanya baru-baru ini saja, akan tetapi Islam sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari Eropa.
Eropa dan dunia Islam telah saling berhubungan dekat selama berabad-abad. Pertama, negara Andalusia (756-1492) di Semenanjung Iberia, dan kemudian selama masa Perang Salib (1095-1291), serta penguasaan wilayah Balkan oleh kekhalifahan Utsmaniyyah (1389) memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara kedua masyarakat itu. Kini banyak pakar sejarah dan sosiologi menegaskan bahwa Islam adalah pemicu utama perpindahan Eropa dari gelapnya Abad Pertengahan menuju terang-benderangnya Masa Renaisans. Di masa ketika Eropa terbelakang di bidang kedokteran, astronomi, matematika, dan di banyak bidang lain, kaum Muslim memiliki perbendaharaan ilmu pengetahuan yang sangat luas dan kemampuan hebat dalam membangun.
i. Bersatu pada Pijakan Bersama: “Monoteisme”
Perkembangan Islam juga tercerminkan dalam perkembangan dialog antar-agama baru-baru ini. Dialog-dialog ini berawal dengan pernyataan bahwa tiga agama monoteisme (Islam, Yahudi, dan Nasrani) memiliki pijakan awal yang sama dan dapat bertemu pada satu titik yang sama. Dialog-dialog seperti ini telah sangat berhasil dan membuahkan kedekatan hubungan yang penting, khususnya antara umat Nasrani dan Muslim. Dalam Al Quran, Allah memberitahukan kepada kita bahwa kaum Muslim mengajak kaum Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi) untuk bersatu pada satu pijakan yang disepakati bersama:
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali ‘Imran, 3: 64)
Ketiga agama yang meyakini satu Tuhan tersebut memiliki keyakinan yang sama dan nilai-nilai moral yang sama. Percaya pada keberadaan dan keesaan Tuhan, malaikat, Nabi, Hari Akhir, Surga dan Neraka, adalah ajaran pokok keimanan mereka. Di samping itu, pengorbanan diri, kerendahan hati, cinta, berlapang dada, sikap menghormati, kasih sayang, kejujuran, menghindar dari berbuat zalim dan tidak adil, serta berperilaku mengikuti suara hati nurani semuanya adalah sifat-sifat akhak terpuji yang disepakati bersama. Jadi, karena ketiga agama ini berada pada pijakan yang sama, mereka wajib bekerja sama untuk menghapuskan permusuhan, peperangan, dan penderitaan yang diakibatkan oleh ideologi-ideologi antiagama. Ketika dilihat dari sudut pandang ini, dialog antar-agama memegang peran yang jauh lebih penting. Sejumlah seminar dan konferensi yang mempertemukan para wakil dari agama-agama ini, serta pesan perdamaian dan persaudaraan yang dihasilkannya, terus berlanjut secara berkala sejak pertengahan tahun 1990-an.
j. Kabar Gembira tentang Datangnya Zaman Keemasan
Dengan mempertimbangkan semua fakta yang ada, terungkap bahwa terdapat suatu pergerakan kuat menuju Islam di banyak negara, dan Islam semakin menjadi pokok bahasan terpenting bagi dunia. Perkembangan ini menunjukkan bahwa dunia sedang bergerak menuju zaman yang sama sekali baru. Yaitu sebuah zaman yang di dalamnya, insya Allah, Islam akan memperoleh kedudukan penting dan ajaran akhlak Al Quran akan tersebar luas. Penting untuk dipahami, perkembangan yang sangat penting ini telah dikabarkan dalam Al Quran 14 abad yang lalu:
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. At Taubah, 9: 32-33)
Tersebarnya akhlak Islami adalah salah satu janji Allah kepada orang-orang yang beriman. Selain ayat-ayat ini, banyak hadits Nabi kita saw menegaskan bahwa ajaran akhlak Al Quran akan meliputi dunia. Di masa-masa akhir menjelang berakhirnya dunia, umat manusia akan mengalami sebuah masa di mana kezaliman, ketidakadilan, kepalsuan, kecurangan, peperangan, permusuhan, persengketaan, dan kebobrokan akhlak merajalela. Kemudian akan datang Zaman Keemasan, di mana tuntunan akhlak ini mulai tersebar luas di kalangan manusia bagaikan naiknya gelombang air laut pasang dan pada akhirnya meliputi seluruh dunia. Sejumlah hadits ini, juga ulasan para ulama mengenai hadits tersebut, dipaparkan sebagaimana berikut:
Selama [masa] ini, umatku akan menjalani kehidupan yang berkecukupan dan terbebas dari rasa was-was yang mereka belum pernah mengalami hal seperti itu. [Tanah] akan mengeluarkan panennya dan tidak akan menahan apa pun dan kekayaan di masa itu akan berlimpah. (Sunan Ibnu Majah)
Penghuni langit dan bumi akan ridha. Bumi akan mengeluarkan semua yang tumbuh, dan langit akan menumpahkan hujan dalam jumlah berlimpah. Disebabkan seluruh kebaikan yang akan Allah curahkan kepada penduduk bumi, orang-orang yang masih hidup berharap bahwa mereka yang telah meninggal dunia dapat hidup kembali. (Muhkhtasar Tazkirah Qurtubi, hal. 437)
Bumi akan berubah seperti penampan perak yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan … (Sunan Ibnu Majah)
Bumi akan diliputi oleh kesetaraan dan keadilan sebagaimana sebelumnya yang diliputi oleh penindasan dan kezaliman. (Abu Dawud)
Keadilan akan demikian jaya sampai-sampai semua harta yang dirampas akan dikembalikan kepada pemiliknya; lebih jauh, sesuatu yang menjadi milik orang lain, sekalipun bila terselip di antara gigi-geligi seseorang, akan dikembalikan kepada pemiliknya… Keamanan meliputi seluruh Bumi dan bahkan segelintir perempuan bisa menunaikan haji tanpa diantar laki-laki. (Ibn Hajar al Haitsami: Al Qawlul Mukhtasar fi `Alamatul Mahdi al Muntazar, hal. 23)
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, Zaman Keemasan akan merupakan suatu masa di mana keadilan, kemakmuran, keberlimpahan, kesejahteraan, rasa aman, perdamaian, dan persaudaraan akan menguasai kehidupan umat manusia, dan merupakan suatu zaman di mana manusia merasakan cinta, pengorbanan diri, lapang dada, kasih sayang, dan kesetiaan. Dalam hadits-haditsnya, Nabi kita saw mengatakan bahwa masa yang diberkahi ini akan terjadi melalui perantara Imam Mahdi, yang akan datang di Akhir Zaman untuk menyelamatkan dunia dari kekacauan, ketidakadilan, dan kehancuran akhlak. Ia akan memusnahkan paham-paham yang tidak mengenal Tuhan dan menghentikan kezaliman yang merajalela. Selain itu, ia akan menegakkan agama seperti di masa Nabi kita saw, menjadikan tuntunan akhlak Al Quran meliputi umat manusia, dan menegakkan perdamaian dan menebarkan kesejahteraan di seluruh dunia.
Kebangkitan Islam yang sedang dialami dunia saat ini, serta peran Negara Iran dan Turki di era baru merupakan tanda-tanda penting bahwa masa yang dikabarkan dalam Al Quran dan dalam hadits Nabi kita sangatlah dekat. Besar harapan kita bahwa Allah akan memperkenankan kita menyaksikan masa yang penuh berkah ini.
k. Kekuatan Iptek
Hampir menjadi pengetahuan umum (common sense) bahwa dasar dari peradaban modern adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Iptek merupakan dasar dan pondasi yang menjadi penyangga bangunan peradaban modern barat sekarang ini. Masa depan suatu bangsa akan banyak ditentukan oleh tingkat penguasaan bangsa itu terhadap Iptek. Suatu masyarakat atau bangsa tidak akan memiliki keunggulan dan kemampuan daya saing yang tinggi, bila ia tidak mengambil dan mengembangkan Iptek. Bisa dimengerti bila setiap bangsa di muka bumi sekarang ini, berlomba-lomba serta bersaing secara ketat dalam penguasaan dan pengembangan iptek.(2)
Diakui bahwa iptek, disatu sisi telah memberikan “berkah” dan anugrah yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia. Namun di sisi lain, iptek telah mendatangkan “petaka” yang pada gilirannya mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Kemajuan dalam bidang iptek telah menimbulkan perubahan sangat cepat dalam kehidupan uamt manusia. Perubahan ini, selain sangat cepat memiliki daya jangkau yang amat luas. Hampir tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai nilai dalam kehidupan umat manusia, termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan.(3)
Di Eropa, sejak abad pertengahan, timbul konflik antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama (gereja). Dalam konflik ini sains keluar sebagai pemenang, dan sejak itu sains melepaskan diri dari kontrol dan pengaruh agama, serta membangun wilayahnya sendiri secara otonom.(4)
Dalam perkembangannya lebih lanjut, setelah terjadi revolusi industri di Barat, terutama sepanjang abad XVIII dan XIX, sains bahkan menjadi “agama baru” atau “agama palsu”(Pseudo Religion). Dalam kajian teologi modern di Barat, timbul mazhab baru yang dinamakan “saintisme” dalam arti bahwa sains telah menjadi isme, ideologi bahkan agama baru.(5)
Namun sejak pertengahan abad XX, terutama seteleh terjadi penyalahgunaan iptek dalam perang dunia I dan perang dunia II, banyak pihak mulai menyerukan perlunya integrasi ilmu dan agama, iptek dan imtak. Pembicaraan tentang iptek mulai dikaitkan dengan moral dan agama hingga sekarang (ingat kasus kloning misalnya). Dalam kaitan ini, keterkaitan iptek dengan moral (agama) di harapkan bukan hanya pada aspek penggunaannya saja (aksiologi), tapi juga pada pilihan objek (ontologi) dan metodologi (epistemologi)-nya sekaligus.
Di negara ini, gagasan tentang perlunya integrasi pendidikan imtak dan iptek ini sudah lama digulirkan. Profesor B.J. Habibie, adalah orang pertama yang menggagas integrasi imtak dan iptek ini. Hal ini, selain karena adanya problem dikotomi antara apa yang dinamakan ilmu-ilmu umum (sains) dan ilmu-ilmu agama (Islam), juga disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa pengembangan iptek dalam sistem pendidikan kita tampaknya berjalan sendiri, tanpa dukungan asas iman dan takwa yang kuat, sehingga pengembangan dan kemajuan iptek tidak memiliki nilai tambah dan tidak memberikan manfaat yang cukup berarti bagi kemajuan dan kemaslahatan umat dan bangsa dalam arti yang seluas-luasnya.
Kekhwatiran ini, cukup beralasan, karena sejauh ini sistem pendidikan kita tidak cukup mampu menghasilkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt sebagaimana diharapkan. Berbagai tindak kejahatan sering terjadi dan banyak dilakukan justru oleh orang-orang yang secara akademik sangat terpelajar, bahkan mumpuni. Ini berarti, aspek pendidikan turut menyumbang dan memberikan saham bagi kebangkrutan bangsa yang kita rasakan sekarang. Kenyataan ini menjadi salah satu catatan mengenai raport merah pendidikan nasional kita.
Secara lebih spesifik, integrasi pendidikan imtak dan iptek ini diperlukan karena empat alasan.
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah swt. Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi. (6)
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita. (7)
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat. (8)
Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan. Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu (Q.S. An-Nur:39). Maka integrasi imtak dan iptek harus diupayakan dalam format yang tepat sehingga keduanya berjalan seimbang (hand in hand) dan dapat mengantar kita meraih kebaikan dunia (hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti do’a yang setiap saat kita panjatkan kepada Tuhan (Q.S. Al-Baqarah :201).
l. Menuju Integrasi Imtak dan Iptek
Untuk membangun sistem pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan imtak dan iptek dalam sistem pendidikan nasional kita, kita harus melihat kembali aspek-aspek pendidikan kita, terutama berkaitan dengan empat hal berikut ini, yaitu:
1) Filsafat dan orientasi pendidikan (termasuk di dalamnya filsafat manusia)
2) Tujuan Pendidikan
3) Filsafat ilmu pengetahuan (Epistemologi) dan
4) Pendekatan dan metode pembelajaran.
Dalam filsafat pendidikan konvensional, pendidikan dipahami sebagai proses mengalihkan kebudayaan dari satu generasi ke generasi lain. Filsafat pendidikan semacam ini mengandung banyak kelemahan. Selain dapat timbul degradasi (penurunan kualitas pendidikan) setiap saat, pendidikan cenderung dipahami sebagai transfer of knowledge semata dengan hanya menyentuh satu aspek saja, aspek kognitif dan kecerdasan intelektual (IQ) semata dengan mengabaikan kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) peserta didik. Dengan filosofi seperti itu, peserta didik sering diperlakukan sebagai makhluk tidak berkesadaran. Akibatnya, pendidikan tidak berhasil melaksanakan fungsi dasarnya sebagai wahana pemberdayaan manusia dan peningkatan harkat dan martabat manusia dalam arti yang sebenar-benarnya.
Berbicara filsafat pendidikan, mau tidak mau, kita harus membicarakan pula tentang filsafat manusia. Soalnya, proses pendidikan itu dilakukan oleh manusia dan untuk manusia pula. Pendeknya, pendidikan melibatkan manusia baik sebagai subjek maupun objek sekaligus. Tanpa mengenal siapa manusia itu sebenarnya, proses pendidikan, akan selalu menemui kegagalan seperti yang selama ini terjadi.
Manusia, dalam pandangan Islam, adalah puncak dari ciptaan tuhan (Q.S. At-Thiin : 4), mahluk yang dimuliakan oleh Allah dan dilebihkan dibanding mahluk lain (Q.S. Al-Isra : 70), merupakan mahluk yang dipercaya oleh Tuhan sebagai Khalifah di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah : 30, Shad :36), manusia dibekali oleh Allah potensi-potensi baik berupa panca indera, akal pikiran (rasio), hati (Qalb), dan sanubari (Q.S. As-Sajadh : 9). Dengan demikian, manusia adalah mahluk rasional dan emosional, makhluk jasmani dan rohani sekaligus.
Bertolak dari filsafat manusia ini, maka pendidikan tidak lain harus dipahami sebagai ikhtiar manusia yang dilakukan secara sadar untuk menumbuhkan potensi-potensi baik yang dimiliki manusia sehingga ia mampu dan sanggup mempertanggung jawabkan eksistensi dan kehadirannya di muka bumi. Dalam perspektif ini, adalah pendidikan manusia seutuhnya, dan harus diarahkan pada pembentukan kesadaran dan kepribadian manusia. Disinilah, nilai-nilai budaya dan agama, imtak dan akhlaqul al-Karimah, dapat ditanamkan, sehingga pendidikan, selain berisi transfer ilmu, juga bermakna transformasi nilai-nilai budaya dan agama (imtak).
Lalu, apa tujuan pendidikan itu? Dalam pandangan Islam, tujuan pendidikan tidak berbeda dengan tujuan hidup itu sendiri, yaitu beribadah kepada Allah swt (Q.S. Al-Dzariyat: 56). Dengan kata lain, pendidikan harus menciptakan pribadi-pribadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt yang dapat mengantar manusia meraih kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam berorientasi pada penciptaan ilmuwan (ulama) yang takut bercampur kagum kepada kebesaran Allah swt (Q.S. Fathir : 28), dan berorientasi pada penciptaan intelektual dengan kualifikasi sebagai Ulul Albab yang dapat mengembangkan kualitas pikir dan kualitas dzikir (imtaq dan iptek) sekaligus (Q.S. Ali Imran: 191-193).
Proses integrasi imtak dan iptek, seperti telah disinggung di muka, pada hemat saya, harus pula dilakukan dalam tataran atau ranah metafisika keilmuan, khususnya menyangkut ontologi dan epistemologi ilmu. Ontologi ilmu menjelaskan apa saja realitas yang dapat diketahui manusia, sedang epiremologi menjelaskan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan itu dan dari mana sumbernya.(9)
Dikotomi keilmuan yang terjadi selama ini sesungguhnya bermula dari sini. Untuk itu integrasi imtak dan iptek, harus pula dimulai dari sini. Ini berarti, kita harus membongkar filsafat ilmu sekuler yang selama ini dianut. Kita harus membangun epistemologi islami yang bersifat integralistik yang menegaskan kesatuan ilmu dan kesatuan imtak dan iptek dilihat dari sumbernya, yaitu Allah swt seperti banyak digagas oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam kontemporer semacam Ismail Raji al-Faruqi, Prof. Naquib al Attas, Sayyed Hossein Nasr, dan belakangan Osman Bakar. (10)
Selain pada pada aspek filsafat, orientasi, tujuan, dan epistemologi pendidikan seperti telah diuraikan di atas, integrasi imtak dan iptek itu perlu dilakukan dengan metode pembelajaran yang tepat. Pendidikan imtak pada akhirnya harus berbicara tentang pendidikan agama (Islam) di berbagai sekolah maupun perguruan tinggi. Untuk mendukung integrasi pendidikan imtak dan iptek dalam sistem pendidikan nasional kita, maka pendidikan agama Islam disemua jenjang pendidikan tersebut harus dilakukan dengan pendekatan yang bersifat holistik, integralistik dan fungsional.
Dengan pendekatan holistik, Islam harus dipahami secara utuh, tidak parsial dan partikularistik. Pendidikan islam dapat mengikuti pola iman, Islam dan Ihsan, atau pola iman, ibadah dan akhlakul karimah, tanpa terpisah satu dengan yang lain, sehingga pendidikan Islam dan kajian Islam tidak hanya melahirkan dan memparkaya pemikiran dan wacana keislaman, tetapi sekaligus melahirkan kualitas moral (akhlaq al karimah) yang menjadi tujuan dari agama itu sendiri. Pendidikan Islam dengan pendekatan ini harus melahirkan budaya “berilmu amaliah dan beramal ilmiah”. Integrasi ilmu dan amal, imtak dan iptek haruslah menjadi ciri dan sekaligus nilai tambah dari pendidikan islam. (11)
Dengan pendekatan integralistik, pendidikan agama tidak boleh terpisah dan dipisahkan dari pendidikan sains dan teknologi. Pendidikan iptek tidak harus dikeluarkan dari pusat kesadaran keagamaan dan keislaman kita. Ini berarti, belajar sains tidak berkurang dan lebih rendah nilainya dari belajar agama. Belajar sains merupakan perintah Tuhan (Al-Quran), sama dan tidak berbeda dengan belajar agama itu sendiri. Penghormatan Islam yang selama ini hanya diberikan kepada ulama (pemuka agama) harus pula diberikan kepada kaum ilmuan (Saintis) dan intelektual.
Dengan secara fungsional, pendidikan agama harus berguna bagi kemaslahatan umat dan mampu menjawab tantangan dan pekembangan zaman demi kemuliaan Islam dan kaum muslim. Dalam perspektif Islam ilmu memang tidak untuk ilmu dan pendidikan tidak untuk pendidikan semata. Pendidikan dan pengembangan ilmu dilakukan untuk kemaslahatan umat manusia yang seluas-luasnya dalam kerangka ibadah kepada Allah swt.
Semetara dari segi metodologi, pendidikan dan pengajaran agama disemua jenjang pendidikan tersebut, tidak cukup dengan metode rasional dengan mengisi otak dan kecerdasan peserta didik demata-mata, sementara jiwa dan spiritualitasnya dibiarkan kosong dan hampa. Pendidikan agama perlu dilakukan dengan memberikan penekanan pada aspek afektif melalui praktik dan pembiasaan, serta melalui pengalaman langsung dan keteladanan prilaku dan amal sholeh. Dalam tradisi intelektual Islam klasik, pada saat mana Islam mencapai puncak kejayaannya, aspek pemikiran teoritik (al aql al nazhari) tidak pernah dipisahkan dari aspek pengalaman praksis (al aql al amali). Pemikiran teoritis bertugas mencari dan menemukan kebenaran, sedangkan pemikiran praksis bertugas mewujudkan kebenaran yang ditemukan itu dalam kehidupan nyata sehingga tugas dan kerja intelektual pada hakekatnya tidak pernah terpisah dari realitas kehidupan umat dan bangsa. Dalam paradigma ini, ilmu dan pengembangan ilmu tidak pernah bebas nilai. Pengembangan iptek harus diberi nilai rabbani (nilai ketuhanan dan nilai imtak), sejalan dengan semangat wahyu pertama, iqra’ bismi rabbik. Ini berarti pengembangan iptek tidak boleh dilepaskan dari imtak. Pengembangan iptek harus dilakukan untuk kemaslahatan kemanusiaan yang sebesar-besarnya dan dilakukan dalam kerangka ibadah kepada Allah swt.
Dalam perspektif ini, maka pengembangan pendidikan bermajna dakwah dalam arti yang sebenar-benarnya
m. Penyikapan terhadap Perkembangan IPTEK
Setiap manusia diberikan hidayah dari Allah swt berupa “alat” untuk mencapai dan membuka kebenaran. Hidayah tersebut adalah (1) indera, untuk menangkap kebenaran fisik, (2) naluri, untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidup manusia secara probadi maupun sosial, (3) pikiran dan atau kemampuan rasional yang mampu mengembangkan kemampuan tiga jenis pengetahuan akali (pengetahuan biasa, ilmiah dan filsafi). Akal juga merupakan penghantar untuk menuju kebenaran tertinggi, (4) imajinasi, daya khayal yang mampu menghasilkan kreativitas dan menyempurnakan pengetahuannya, (5) hati nurani, suatu kemampuan manusia untuk dapat menangkap kebenaran tingkah laku manusia sebagai makhluk yang harus bermoral.
Dalam menghadapi perkembangan budaya manusia dengan perkembangan IPTEK yang sangat pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai dan norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut. Menurut Mehdi Ghulsyani (1995), dalam menghadapi perkembangan IPTEK ilmuwan muslim dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok; (1) Kelompok yang menganggap IPTEK moderen bersifat netral dan berusaha melegitimasi hasil-hasil IPTEK moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai; (2) Kelompok yang bekerja dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami, (3) Kelompok yang percaya adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya. Untuk kelompok ketiga ini memunculkan nama Al-Faruqi yang mengintrodusir istilah “islamisasi ilmu pengetahuan”. Dalam konsep Islam pada dasarnya tidak ada pemisahan yang tegas antara ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan yang dikembangkan manusia merupakan “jalan” untuk menemukan kebenaran Allah itu sendiri. Sehingga IPTEK menurut Islam haruslah bermakna ibadah. Yang dikembangkan dalam budaya Islam adalah bentuk-bentuk IPTEK yang mampu mengantarkan manusia meningkatkan derajat spiritialitas, martabat manusia secara alamiah. Bukan IPTEK yang merusak alam semesta, bahkan membawa manusia ketingkat yang lebih rendah martabatnya.
Dari uraian di atas “hakekat” penyikapan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari yang islami adalah memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan martabat manusia dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah swt. Kebenaran IPTEK menurut Islam adalah sebanding dengan kemanfaatannya IPTEK itu sendiri. IPTEK akan bermanfaat apabila (1) mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya, (2) dapat membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik), (3) dapat memberikan pedoman bagi sesama, (4) dapat menyelesaikan persoalan umat. Dalam konsep Islam sesuatu hal dapat dikatakan mengandung kebenaran apabila ia mengandung manfaat dalam arti luas.
n. Keselarasan IMTAQ dan IPTEK
“Barang siapa ingin menguasai dunia dengan ilmu, barang siapa ingin menguasai akhirat dengan ilmu, dan barang siapa ingin menguasai kedua-duanya juga harus dengan ilmu” (Al-Hadist).
Perubahan lingkungan yang serba cepat dewasa ini sebagai dampak globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), harus diakui telah memberikan kemudahan terhadap berbagai aktifitas dan kebutuhan hidup manusia.
Di sisi lain, memunculkan kekhawatiran terhadap perkembangan perilaku khususnya para pelajar dan generasi muda kita, dengan tumbuhnya budaya kehidupan baru yang cenderung menjauh dari nilai-nilai spiritualitas. Semuanya ini menuntut perhatian ekstra orang tua serta pendidik khususnya guru, yang kerap bersentuhan langsung dengan siswa.
Dari sisi positif, perkembangan iptek telah memunculkan kesadaran yang kuat pada sebagian pelajar kita akan pentingnya memiliki keahlian dan keterampilan. Utamanya untuk menyongsong kehidupan masa depan yang lebih baik, dalam rangka mengisi era milenium ketiga yang disebut sebagai era informasi dan era bio-teknologi. Ini sekurang-kurangnya telah memunculkan sikap optimis, generasi pelajar kita umumya telah memiliki kesiapan dalam menghadapi perubahan itu.
Don Tapscott, dalam bukunya Growing up Digital (1999), telah melakukan survei terhadap para remaja di berbagai negara. Ia menyimpulkan, ada sepuluh ciri dari generasi 0 (zero), yang akan mengisi masa tersebut. Ciri-ciri itu, para remaja umumnya memiliki pengetahuan memadai dan akses yang tak terbatas. Bergaul sangat intensif lewat internet, cenderung inklusif, bebas berekspresi, hidup didasarkan pada perkembangan teknologi, sehingga inovatif, bersikap lebih dewasa, investigative arahnya pada how use something as good as possible bukan how does it work. Mereka pemikir cepat (fast thinker), peka dan kritis terutama pada informasi palsu, serta cek ricek menjadi keharusan bagi mereka.
Sikap optimis terhadap keadaan sebagian pelajar ini tentu harus diimbangi dengan memberikan pemahaman, arti penting mengembangkan aspek spiritual keagamaan dan aspek pengendalian emosional. Sehingga tercapai keselarasan pemenuhan kebutuhan otak dan hati (kolbu). Penanaman kesadaran pentingnya nilai-nilai agama memberi jaminan kepada siswa akan kebahagiaan dan keselamatan hidup, bukan saja selama di dunia tapi juga kelak di akhirat.

IPTEK DAB KEJAYAAN KEBUDAYAAN ISLAM

Al-Qur’an merupakan firman Allah yang mengandung berbagai aspek kehidupan, baik aspek hukum, sejarah, aqidah( keimanan), eskatologi,maupun isyarat tentang pengetahuan. Semua itu diperuntukan bagi manusia agar dijadikan pedoman hidup sehingga kehidupannya lebih baik dan mendapat rahmat dari Allah SWT.
Di dalam Al Qr’an ada isyarat ilmu pengetahuan yang perlu digali oleh manusia. Isyarat ilmu pengetahuan itu masih bersifat global sehingga memerlukan kesungguhan manusia untuk meneliti atau melakukan eksperimen untuk dapat menyingkap isi kandungannya. Sebagai contoh ayat Al Qur’an yang berisi isyarat ilmu pengetahuan adalah ayat-ayat berikut:
A. Surat Yunus ayat 101
1. Bacaan surat Yunus ayat 101
Artinya : “Katakanlah: “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. ” (QS Yunus : 101)
2. Isi kandungan
Dalam ayat ini Allah menjelaskan perintah Nya kepada rasul Nya agar dia menyuruh kaumnya untuk memperhatikan dengan mata kepala mereka dan dengan akal budi mereka segala yang ada di langit dan di bumi. Mereka diperintahkan agar merenungkan keajaiban langit yang penuh dengan bintang-bintang, matahari dan bulan, keindahan pergantian malam dan siang, air hujan yang turun ke bumi, menghidupkan bumi yang mati, menumbuhkan tanam-tanaman, dan pohon-pohonan dengan buah-buahan yang beraneka warna dan rasa. Hewan-hewan dengan bentuk dan warna yang bermacam-macam hidup diatas bumi, memberi manfaat yang tidak sedikit kepada manusia. Demikian pula keadaan bumi itu sendiri yang terdiri dari gurun pasir, lembah yang terjal, dataran yang luas, samudera yang penuh dengan berbagai ikan yang semuanya itu terdapat tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah SWT bagi orang-orang yang berfikir dan yakin kepada penciptanya.
Akan tetapi mereka yang tidak percaya adanya pencipta alam ini, membuat semua tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah di alam ini tidak akan bermanfaat baginya.
B. Surat Al Baqarah Ayat 164
1. Bacaan Surat Al Baqarah ayat 164
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS Al Baqarah : 164)
2. Kandungan
Dialah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya untuk keperluan manusia. Sudah seharusnyalah manusia memperhatikan dan merenungkan rahmat Allah yang maha suci itu. Karena dengan begitu, akan bertambah yakinlah ia pada kekuasaan dan keesaan Nya, akan bertmabha luas pulalah ilmu pengetahuannya mengenai alam ciptaan Nya dan dapat pula dimanfaatkannya ilmu pengetahuan itu sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah yang maha mengetahui. Hendaklah selalu diperhatikan dan diselidiki apa yang tersebut dalam ayat ini, yaitu :
1. Bumi yang dihuni manusia dan apa yang tersimpan didalamnya tidak akan pernah habis baik didarat maupun dilaut
2. Langit dengan planet dan bintang-bintangnya semua berjalan dan bergerak menurut tata tertib dan aturan Ilahi. Tidak ada yang menyimpang dari aturan-aturan itu
3. Pertukaran malam dan siang dan perbedaan panjanng dan pendeknya pada beberapa negeri karena perbedaan letaknya, kesemuanya itu membawa faedah dan manfaat yang amat besar bagi manusia
4. Bahtera berlayar dilautan untuk membawa manusia dari satu negeri ke negeri yang lain dan untuk membawa barang-barang perniagaan untuk memajukan perekonomian
5. Allah SWT menurunkan hujan dari langit sehingga dengan air hujan itu bumi yang telah mati atau lekang dapat menjadi hidup dan subur, dan segala macam hewan dapat pula melangsungkan hidupnya
6. Pengendalian dan pengisaran angin dari suatu tempat ke tempat yang lain adalah tanda dan bukti bagi kekuasaan Allah dan kebesaran rahmatnya bagi manusia
7. Demikian pula, harus dipikirkan dan diperhatikan kebesaran nikmat Allah kepada manusia dengan bertumpuk-tumpuknya awan antara langit dan bumi. Ringkasnya, semua rahmat yang diciptakan Allah termasuk apa yang tersebut dalam ayat 164 ini patut dipikirkan dan direnungkan bahkan dibahas dan diteliti untuk meresapkan keimanan yang mendalam dalam kalbu, dan untuk memajukan ilmu pengetahuan yang juga membawa kepada pengakuan akan keesaan dan kebesaran Allah.

AL-QUR'AN DAN ILMU PENGETAHUAN

Tulisan berikut ini merupakan kutipan dari VCD yang aku tonton dan tentunya membuatku kagum dengan apa yg dipaparkan oleh pembicaranya dimana agama yg kita cintai, Islam, mempunyai kitab suci yang merupakan kitab tanda yg paling sempurna yg pernah ada dipermukaan bumi. Judul dari VCD ini adalah Debat Kristologi Terseru : Al Qur’an dan Injil dari Sudut Pandang Ilmu Pengetahuan (4 disk) dengan para pembicara Dr. Zakir Abdul Karim Naik (Presiden Yayasan Penelitian Islam di Bombay, India) dan Dr. William Campbel (pihak Kristen). Acara ini diselenggarakan oleh Persaudaraan Islam Amerika Utara, dihadiri oleh ratusan umat Islam dan Kristen. Untuk lengkapnya tentu aku sarankan kamu tonton sendiri VCDnya.
Namun, pada tulisan ini, aku hanya memaparkan hal-hal yg dipaparkan oleh Dr. Zakir Abdul Karim Naik pada VCD ini, mengenai Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan.
zakir-naik.jpg Dr. Zakir Abdul Karim Naik adalah seorang dokter dengan pelatihan profesional, beliau juga terkenal sebagai orator Internasional yang dinamis tentang Islam dan perbandingan Agama. Beliau sudah biasa menjelaskan pandangan Islam berdasarkan Alqur’an, Al Hadist dan kitab-kitab agama lainnya dan juga menganut pada alasan logis dan kenyataan ilmiah. Beliau sangat termahsyur atas analisa kritisnya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan menantang yg dilontarkan oleh para hadirin pada setiap akhir ceramahnya. Beliau juga telah mengirimkan lebih dari 400 kuliah umum di seluruh dunia, biasa tampil di beberapa program tv satelit dan internasional dibeberapa negara dunia. Dan telah menulis buku tentang perbandingan islam dengan agama lainnya dan juga berperan dalam beberapa simposium dan berdialog dengan beberapa tokoh-tokoh termahsyur dengan kepercayaan yg berbeda-beda.
Al quran yg agung adalah sebuah kitab terakhir yg diturunkan kepada Nabi terakhir Nabi Muhammad SAW, buku apapun juga yg mengaku sebagai wahyu dari TYME harus teruji dalam waktu, sebelumnya dimasa lampau adalah masa keajaiban, Alhamdulillah, Al qur’an adalah keajaiban dari keajaiban, kemudian datanglah masa sastra dan puisi dan baik orang Islam maupun non Islam mengakui Al qur’an yg agung adalah karya sastra terbaik yg pernah ada dibumi, namun sekarang adalah masa ilmu pengetahun dan teknologi.
Mari kita analisa, apakah Al qur’an sesuai atau tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Albert Einstein mengatakan ilmu pengetahuan tanpa agama, pincang agama tanpa ilmu pengetahuan, buta. Al qur’an bukanlah I L M U P E N G E T A H U A N, Ia adalah buku tentang T A N D A, ia buku tentang ayat-ayat dan disana ada 6000 tanda, ayat dalam Al qur’an yg didalamnya lebih dari 1000 uraian tentang ilmu pengetahuan. Seiring dengan berjalannya waktu ilmu pengetahuan bersifat seperti belokan dan berbentuk seperti huruf U.
Dalam buku Dr. William Campbell (pembicara Kristen) yg menulis tentang jawaban buku Dr. Maurice Bukhail ( yg berjudul Al quran dan Injil berdasarkan Sejarah dan Ilmu pengetahuan dia mengatakan ada 2 macam pendekatan, pertama Concordist Approach (pendekatan kesesuaian) yg berarti seseorang mencoba mencari kesesuaian antara kitab suci dan ilmu pengetahuan, kedua dengan Conflict Approach (pendekatan konflik) dimana seseorang mencoba mempertentangkan antara kitab suci dan ilmu pengetahuan.
Namun sepanjang yg diperhatikan Al Qur’an, tidak peduli apakah seseorang menggunakan pendekatan konflik atau pendekatan kesesuaian sepanjang kita berpikiran logis dan setelah penjelasan logis diberikan, tak satu ayatpun dalam Al qur’an untuk dipertentangkan dengan ilmu pengetahuan modern.
Bidang Astronomi
astronomy1.jpg Sejauh yg dipahami Al qur’an dan Ilmu Pengetahuan Modern dalam Bidang Astronomi, para ilmuwan dan ahli astronomi pada awal-awal dekade, mereka menjelaskan bagaimana alam semesta terbentuk, mereka sebut ledakan besar dan mereka mengatakan awalnya ada satu nebula utama yang kemudian terpisah karena adanya ledakan besar yg menyebabkan terbentuknya galaksi, bintang, matahari dan bumi kita berpijak, yg dikenal dengan teori big bang. Informasi ini termaktub dalam kulit pada Al qur’an QS Al Anbiya :30, “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”, bayangkan informasi yg kita peroleh baru-baru ini , Al Qur’an menyebutkan 1400 tahun lalu.
Ketika kita duduk dibangku sekolah kita belajar bahwa matahari mengelilingi bumi, dia tidak bergerak, bumi dan bulan berputar dalam sumbunya, matahari tidak bergerak, sebuah ayat dalam Al qur’an mengatakan pada QS Al Anbiya 33 :
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.“
Alhamdulillah, sekarang ilmu pengetahuan modern membenarkan pernyataan Al qur’an, kata arab yg digunakan dalam Al qur’an adalah kata ‘yasbahun’ yg menggambarkan pergerakan dari tubuh yg bergerak, karena mengacu pada benda angkasa, maka itu berarti bergerak dan mengelilingi sumbu rotasinya, jadi Al qur’an mengatakan bahwa bulan dan matahari bergerak sekaligus berputar mengelilingi rotasinya, Sekarang kita tahu bahwa matahari membutuhkan waktu kira-kira 25 hari untuk menyelesaikan satu kali putaran.
Siklus Air/Penguapan
siklus-air.jpgAl Qur’an menjelaskan siklus Air dengan detail :
- QS. Ath Tariq 11 : ” Demi langit yang mengandung hujan”
- QS. Nur 43 :
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”
- QS. Rum 24 :
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.”
- QS. Rum 48 :
“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”
- QS. Az Zumar 21 :
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”
- QS. Al Mukminun 18 :
” Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.”
- QS. Al Hijr 22, QS. Al A’raaf 57, QS. Ar Ra’d 17, QS. Al Furqan 48-49, QS. Fatir 9, QS. Yasin 34, QS. Al Jathiyah 5, QS. Qaf 9 dan QS. Al Waqiah 68-70.
Geologi
geologi.jpgPara ahli Geologi memberitahu kita kalau radius bumi kira-kira 3750 mil dan lapisan yg lebih dalam adalah panas dan cair dan tidak mungkin ada kehidupan disana dan bagian permukaan bumi dimana kita sekarang hidup sangat tipis 1-30 mil dan kemungkinan besar lapisan permukaan bumi ini akan mengalami goncangan, ini disebabkan fenomena lipatan yg menaikkan deret pegunungan dan memberikan stabilitas bagi bumi, Al quran menyebutkannya dalam QS. An Naba’ 6-7 : “Bukankah kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan” (6) , ” dan gunung-gunung sebagai pasak” (7), Qur’an tidak menyatakan gunung-gunung menjulang tinggi seperti tiang.
Saat ini kita tahu, gunung memiliki akar-akar yg dalam, ini diketahui pada paruh kedua abad 19 dan bagian luar yg kita lihat pada gunung hanya representasi kecilnya saja, bagian yg tidak kelihatan mirip seperti tiang yg ditancapkan ketanah, yg kita lihat itu hanya puncaknya saja, yg lebih besar di dalam tanah, mirip seperti puncak gunung es, kita hanya bisa melihat bagian atas sebagian besarnya berada didalam air. Berikut pernyataan-pernyataan Al Qur’an tentang ini :
QS Al Ghasiyah 19 : “Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan”
QS An Naziat 32 :“dan gunung-gunung dipancangkannya dengan teguh”
QS. Al Anbiya 31 : “Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.”
QS. Lukman 10 : “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.”
QS. An Nahl 15 :”Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk,”

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting Coupons